DJADIN MEDIA – Upaya Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dalam melindungi petani singkong akhirnya mendapat respon positif dari pemerintah pusat. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan siap membahas usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka dalam forum koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Langkah ini menjadi kelanjutan dari Instruksi Gubernur Lampung yang telah menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp1.350/kg dengan potongan maksimal 30 persen tanpa memperhitungkan kadar pati (aci).
“Ini kabar baik untuk petani dan pelaku industri singkong. Setelah penetapan harga dasar, kini kami dorong kebijakan nasional yang berpihak pada produsen lokal,” ujar Gubernur Mirza.
Kebijakan harga tersebut diambil sebagai respons atas anjloknya harga singkong yang merugikan petani di berbagai daerah di Lampung. Gubernur Mirza menegaskan bahwa kebijakan ini bukan semata soal angka, tapi bentuk keberpihakan nyata kepada sektor pertanian.
“Kita boleh kompetitif, tapi tidak dengan mengorbankan petani sendiri. Instruksi ini adalah solusi jangka pendek sambil menanti langkah nasional,” lanjutnya.
Pihak Kemendag, melalui Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Isy Karim, menyebutkan bahwa usulan Lartas telah dibahas secara internal dan siap masuk forum koordinasi lintas kementerian. Evaluasi ini mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan global, serta kepentingan berbagai pemangku kepentingan.
Sementara itu, Pemprov Lampung juga tengah menyusun Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk memperkuat kebijakan harga dan perlindungan bagi petani. Pengawasan di lapangan melibatkan kepolisian dan DPRD demi menjamin kebijakan berjalan efektif.
“Ini bukan sekadar soal harga. Ini soal keadilan ekonomi bagi petani yang telah berjasa besar dalam menggerakkan roda pangan nasional,” tegas Gubernur Mirza.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Lampung tak hanya bicara soal produksi, tapi juga perjuangan menuju kedaulatan pangan dan keberlanjutan ekonomi berbasis kerakyatan. Pemerintah daerah berharap pusat bergerak cepat agar kepentingan petani tidak terus tergerus arus impor.***