DJADIN MEDIA- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan kewajiban negara menyediakan pendidikan dasar tanpa biaya di sekolah negeri maupun swasta mendapat sorotan dari Wakil Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Sidik Efendi. Ia menyambut baik langkah tersebut sebagai terobosan penting dalam pemenuhan hak warga negara, namun mengingatkan bahwa pelaksanaannya harus disertai kehati-hatian dan perencanaan matang.
“Ini adalah amanat konstitusi yang mulia, tapi jangan sampai diterjemahkan secara tergesa-gesa tanpa memperhitungkan daya dukung fiskal dan realitas di lapangan,” ujar Sidik, Senin (2/6).
Sidik menekankan, banyak sekolah swasta di Bandar Lampung yang selama ini menjalankan fungsi sosial di tengah keterbatasan sekolah negeri. Bahkan, tidak sedikit yang justru menjadi tumpuan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
“Sekolah swasta bukan musuh pendidikan publik. Justru mereka telah mengambil peran negara di wilayah-wilayah yang kekurangan infrastruktur pendidikan negeri. Kalau tiba-tiba diminta gratis tanpa ada subsidi, mereka bisa kolaps,” ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa hingga kini, proporsi siswa sekolah dasar dan menengah pertama di lembaga swasta masih signifikan. Karena itu, jika kebijakan ini dijalankan tanpa peta jalan yang jelas, justru bisa memunculkan kesenjangan baru.
Untuk menghindari dampak negatif, Sidik mengusulkan pendekatan transisional yang konkret dan terukur, di antaranya:
- Pemetaan sekolah swasta yang berperan sosial di wilayah minim sekolah negeri.
- Pemberian subsidi operasional berdasarkan jumlah siswa kurang mampu.
- Kemitraan formal antara pemerintah daerah dan sekolah swasta dalam penyelenggaraan pendidikan.
Sidik juga mendorong keterlibatan pemerintah pusat dalam mendukung pembiayaan program ini. “Bandar Lampung tidak bisa menanggung ini sendirian. Kami butuh skema nasional seperti BOS afirmasi atau voucher pendidikan agar kebijakan ini tidak membebani APBD,” tegasnya.
Sebagai pimpinan DPRD, Sidik menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan agar setiap anak di Bandar Lampung mendapat hak pendidikan yang layak, tanpa harus mengorbankan kualitas atau keberlangsungan lembaga pendidikan.
“Kita semua ingin pendidikan gratis, tapi tidak boleh mengorbankan guru, fasilitas, atau eksistensi sekolah. Gratis bukan berarti murahan—harus tetap bermutu dan berkeadilan,” tutupnya.***