DJADIN MEDIA – Skandal aliran dana APBD Pemkot Bandar Lampung untuk Sekolah Siger yang berada di bawah Yayasan Siger Prakarsa Bunda kembali menjadi sorotan tajam publik. Hingga kini, transparansi penggunaan anggaran untuk lembaga pendidikan yang dibentuk Wali Kota Eva Dwiana ini belum jelas, memicu pertanyaan besar terkait akuntabilitas dan integritas tata kelola pendidikan di Kota Tapis Berseri.
Fenomena ini kian menegaskan kekhawatiran masyarakat terhadap apa yang disebut sebagai “The Killer Policy,” di mana kebijakan yang seharusnya pro-publik justru berpotensi merusak kepercayaan warga terhadap pemerintah. Banyak pihak menilai, praktik aliran dana ke lembaga yang belum berizin ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola pendidikan di kota ini.
Plt Kepala BKAD Sulit Ditemui, Publik Merasa Ditutup-Tutupi
Meski secara resmi M. Nur Ramdhan tercatat sebagai Kepala BKAD, sumber internal menyebut posisi itu kini dijabat Zakky Irawan sebagai pelaksana tugas (Plt). Namun, upaya jurnalis untuk mendapatkan penjelasan langsung gagal total. Hingga saat ini, Zakky tidak memberikan keterangan resmi terkait mekanisme alih dana APBD ke Sekolah Siger, yang selama ini dianggap ilegal karena belum memiliki izin operasional.
Pada Jumat, 19 September 2025, jurnalis yang mendatangi kantor BKAD hanya diminta meninggalkan nomor WhatsApp dan maksud pertemuan. Berhari-hari berlalu, tak ada jawaban maupun klarifikasi resmi. Situasi ini menimbulkan persepsi publik bahwa ada upaya sistematis untuk menghindari transparansi dan pertanggungjawaban.
Bocoran Internal BKAD: Disdikbud Benarkan Pengajuan Dana
Ironisnya, dari pernyataan Kabid Aset dan Anggaran BKAD, Chepi Hendri Saputra, terungkap bahwa Disdikbud Kota Bandar Lampung memang mengajukan anggaran untuk operasional Sekolah Siger. Fakta ini mematahkan pernyataan sebelumnya dari Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Asroni Paslah (Fraksi Gerindra), yang bersikeras menyebut dana Siger tidak tercatat di pos Disdikbud.
Informasi ini menjadi bukti awal bahwa aliran dana bukan sekadar rumor, melainkan fakta internal yang mengindikasikan kemungkinan penyalahgunaan anggaran. Publik menilai, jika penegak hukum dan pihak terkait tidak segera bertindak, kasus ini bisa menjadi contoh klasik bagaimana lembaga publik gagal menjaga akuntabilitas anggaran pendidikan.
Publik Desak Pemerintah dan Penegak Hukum Bertindak Cepat
Sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi menilai, pemerintah kota dan penegak hukum harus segera membuka secara transparan aliran dana APBD ke sekolah ilegal tersebut. Tanpa tindakan tegas, skandal ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Pemkot Bandar Lampung dan memperkuat dugaan praktik korupsi atau penyalahgunaan anggaran publik.
Selain itu, masyarakat berharap adanya audit independen terkait mekanisme pengajuan dan pencairan anggaran. Analisis rinci atas dokumen keuangan dan pertanggungjawaban penggunaan dana dapat menjadi langkah awal mengembalikan kepercayaan publik. Banyak pihak juga menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pemberian dana ke lembaga pendidikan baru, khususnya yang belum memiliki izin resmi.
Skandal ini bukan sekadar soal nominal uang, tetapi menyangkut prinsip keadilan dan akuntabilitas. Publik menuntut agar dana APBD yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki fasilitas pendidikan di sekolah negeri atau program pendidikan masyarakat tidak diselewengkan untuk kepentingan lembaga tertentu.
Jika dibiarkan berlarut, Sekolah Siger bisa menjadi simbol ketidaktransparanan dalam pengelolaan pendidikan publik. Masyarakat pun semakin menuntut pertanggungjawaban langsung dari Wali Kota Eva Dwiana dan pejabat terkait, termasuk BKAD dan Disdikbud, agar kasus ini tidak menimbulkan preseden buruk bagi tata kelola pendidikan di Bandar Lampung.***