DJADIN MEDIA– Sebuah skandal besar terkait dana desa kembali mencuat di Tulang Bawang. Sebanyak 47 kampung di empat kecamatan diduga menyetor dana desa sebesar Rp2,35 miliar ke PT Tulang Bawang Maju Bersama (TBMB) dalam bentuk penyertaan modal.
Fakta ini terungkap dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menyebutkan bahwa dana tersebut berasal dari Anggaran Dana Desa (ADD) Tahun 2016. Namun, yang mencurigakan, dana tersebut justru digunakan untuk pemberian pinjaman tanpa jaminan kepada pihak-pihak tertentu yang sebagian besar memiliki hubungan dengan pejabat desa.
Pinjaman Tanpa Jaminan, Banyak yang Menunggak
Menurut laporan keuangan PT TBMB hingga 2020, mayoritas penerima pinjaman berasal dari kalangan kepala kampung atau kelompok masyarakat yang diduga titipan pejabat desa. Sayangnya, banyak dari mereka yang hingga kini belum mengembalikan dana tersebut.
Beberapa penerima pinjaman dengan nominal besar antara lain:
- M. Yusuf (Tri Tunggal Jaya) – Utang Rp350 juta, tersisa Rp105 juta
- Nasrudin/Ibu Evi (Bakung Ilir) – Utang Rp155 juta, tersisa Rp285 juta
- Nasrul (Pokmas DWT Jaya) – Utang Rp30 juta, tersisa Rp50 juta
Total utang yang belum dikembalikan dari 22 penerima mencapai Rp779 juta lebih, sementara audit menunjukkan masih ada dana lain yang belum terungkap.
Kuasa Hukum: Akan Bongkar Aliran Uang di Persidangan
Menanggapi kasus ini, Panji Nugraha AB, S.H., dan Harun Al Rasyid, S.H., selaku kuasa hukum terdakwa Tobing Aprizal, menyatakan bahwa persidangan pada 12 Februari 2025 akan mengungkap siapa saja yang menikmati aliran dana tersebut.
“Kami akan membuktikan bahwa dana ini tidak hanya mengalir ke klien kami dan terdakwa Eko Suprayitno. Jika ada pihak lain yang menikmati uang ini, maka mereka juga harus bertanggung jawab,” ujar Panji Nugraha.
Mereka juga meminta Kapolda Lampung dan Kejati Lampung untuk segera memeriksa 47 kepala kampung yang terlibat dalam penyertaan modal ini, serta menindak mereka yang belum melunasi pinjaman.
Tuntutan Transparansi dan Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut dana desa yang seharusnya dipakai untuk kesejahteraan masyarakat. Masyarakat kini menuntut transparansi dan kejelasan dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini.
Akankah semua pihak yang terlibat benar-benar dimintai pertanggungjawaban?***