DJADIN MEDIA- Praktisi hukum, Hendri Adriansyah SH MH, menyoroti dugaan penjualan aset milik BUMD Wahana Raharja yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung. Menurutnya, sebagai badan hukum publik, setiap langkah besar yang melibatkan pemindahtanganan aset daerah wajib diinformasikan secara terbuka kepada masyarakat, demi menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik.
“UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) memberikan hak bagi masyarakat untuk mengetahui kebijakan tersebut. Badan publik harus menyediakan informasi itu, kecuali yang masuk kategori dikecualikan. Tanpa transparansi, masyarakat hanya menjadi penonton dan berpotensi dirugikan,” tegas Hendri, Sabtu (14/9).
Hendri menambahkan, keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari prinsip asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Menurutnya, tindakan pemprov yang menutup akses informasi publik dalam penjualan aset BUMD bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip tersebut.
“Dalam hukum administrasi negara, perbuatan penguasa yang merugikan masyarakat dan menyimpang dari regulasi bisa disebut perbuatan melawan hukum. Dalam kasus ini, pemprov diduga melanggar asas kepastian hukum, ketidakberpihakan, kecermatan, keterbukaan, serta kepentingan umum,” jelas Hendri.
Hendri juga meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung untuk melakukan investigasi menyeluruh terkait penjualan aset tersebut, guna memastikan tidak ada potensi kerugian negara. Tidak hanya itu, DPRD Lampung juga didesak segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelaah regulasi dan prosedur yang dijadikan dasar hukum pemprov dalam proses penjualan aset BUMD.
Lebih lanjut, Hendri merinci lima dugaan pelanggaran yang terjadi dalam kasus ini:
1. Menyalahgunakan kewenangan, misalnya menjual aset tanpa prosedur dan persetujuan DPRD.
2. Tidak transparan, karena menutup akses informasi publik dan menghalangi pengawasan masyarakat.
3. Tidak cermat, lantaran keputusan diambil tanpa kajian mendalam yang berpotensi menimbulkan kerugian masyarakat.
4. Mengabaikan kepentingan umum, karena penjualan aset diduga hanya menguntungkan pihak tertentu dan tidak melalui mekanisme appraisal atau penentuan harga pasar.
5. Melanggar kepastian hukum, karena tidak ada regulasi yang jelas mengatur prosedur penjualan aset BUMD Wahana Raharja.
Hendri menegaskan bahwa jika dugaan ini benar, tindakan pemprov jelas mencederai prinsip pemerintahan yang baik dan merugikan masyarakat luas. Ia menekankan, DPRD memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk segera bersikap agar kerugian daerah tidak semakin melebar.
“DPRD harus mengambil langkah cepat, memanggil pihak terkait, dan meninjau seluruh proses hukum yang mendasari penjualan aset ini. Jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan BUMD dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah,” pungkas Hendri.
Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang akuntabilitas pejabat pemprov Lampung yang terlibat. Publik berharap penjualan aset BUMD dilakukan sesuai prosedur hukum, dengan mekanisme transparan, serta memastikan bahwa nilai aset benar-benar mencerminkan harga pasar dan kepentingan umum. Tanpa langkah tegas dari DPRD dan lembaga pengawas, potensi penyalahgunaan wewenang tetap tinggi, menimbulkan risiko kerugian finansial dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.***