DJADIN MEDIA– Politik Indonesia memasuki fase penentuan yang penuh dinamika. Di tengah berbagai tantangan global, Presiden Prabowo Subianto membawa gagasan besar bernama sumitronomic, sebuah filosofi ekonomi-politik yang menekankan kemandirian bangsa, distribusi kesejahteraan yang adil, serta peran negara yang kuat dalam memastikan pembangunan berjalan merata. Namun gagasan besar ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan parlemen. Di titik inilah peran Puan Maharani sebagai Ketua DPR menjadi sorotan utama, karena ia muncul sebagai komando reformasi legislatif yang menegaskan DPR bukan sekadar stempel eksekutif, melainkan garda rakyat yang kritis sekaligus konstruktif.
Di Senayan, Puan tampil dengan gaya kepemimpinan yang tegas, sistematis, dan terbuka. Ia mengubah wajah DPR dari lembaga yang selama ini kerap dipandang hanya sebagai tempat formalitas menjadi motor sinkronisasi kebijakan eksekutif dan legislatif. Dengan latar belakang politik yang matang, Puan memastikan setiap kebijakan pemerintah diuji, diperdebatkan, dan diperkuat agar benar-benar menyentuh kepentingan rakyat.
Ridwan, aktivis 98 yang kini menjabat Ketua Umum Gema Puan, menegaskan bahwa kepemimpinan Puan di DPR merupakan kunci utama agar sumitronomic dapat diwujudkan. “APBN adalah denyut nadi politik bangsa. Jika DPR hanya sekadar formalitas, maka visi sumitronomic tidak akan pernah menemukan jalannya. Puan hadir sebagai komando reformasi, mengawal disiplin politik anggaran agar benar-benar berpihak pada rakyat,” ujarnya.
Ridwan juga memaparkan bahwa siklus RAPBN adalah arena politik yang sangat strategis, bukan sekadar prosedur teknis. Setiap tahapannya adalah momentum rakyat untuk memastikan arah kebijakan negara:
Agustus 2025: Presiden menyampaikan Nota Keuangan & RAPBN 2026 ke DPR.
September–Oktober 2025: DPR bersama pemerintah membahas RAPBN secara detail.
Oktober 2025: RAPBN disahkan menjadi UU APBN 2026.
1 Januari 2026: APBN 2026 resmi berlaku.
Dalam pandangannya, proses ini harus dijaga agar tidak kembali ke tradisi lama di mana DPR hanya menjadi “stempel” eksekutif. Puan menegaskan transparansi, memperluas partisipasi publik, dan mendorong agar setiap keputusan anggaran disusun berdasarkan prinsip keadilan sosial.
Fredi Moses Ulemlem, praktisi hukum dan politik, melihat langkah Puan sebagai lompatan besar. Menurutnya, reformasi legislatif yang dipimpin Puan adalah fondasi utama demokrasi sehat. “Politik adalah pengabdian. Dan pengabdian itu diwujudkan lewat keberanian melakukan reformasi legislatif. Puan membawa arah baru: DPR bukan sekadar corong kekuasaan, melainkan garda rakyat dalam menafsirkan kembali fungsi anggaran sebagai alat perjuangan kelas,” ungkapnya.
Ia menambahkan, filosofi sumitronomic hanya dapat diwujudkan bila DPR menjalankan peran kontrol dan legislasi secara sungguh-sungguh. APBN tidak boleh lagi dipandang sebagai angka teknokratik belaka, melainkan sebagai alat politik yang harus digunakan rakyat untuk mengukuhkan hak-hak mereka.
Romadhon Yakuza, seorang pengamat ekonomi, menekankan hal serupa. Baginya, sumitronomic bukan hanya jargon, melainkan paradigma baru ekonomi politik Indonesia. “APBN adalah instrumen distribusi kekuasaan dan kesejahteraan. DPR yang dipimpin Puan Maharani memiliki tanggung jawab historis untuk memastikan setiap rupiah anggaran benar-benar menjadi energi produktif bagi rakyat. Jika DPR lemah, maka cita-cita keadilan sosial akan terhenti di tengah jalan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa sejarah politik Indonesia menunjukkan, ketika parlemen kuat, kebijakan ekonomi lebih berpihak pada keadilan sosial. Jika konsistensi reformasi legislatif terjaga, APBN 2026 bisa menjadi tonggak redistribusi ekonomi nasional, sebuah impian yang sudah lama diperjuangkan sejak reformasi 1998.
Puan Maharani, dengan karakternya yang tegas namun inklusif, kini menjadi simbol transformasi parlemen. Ia memperlihatkan bahwa DPR bisa berdiri sejajar dengan pemerintah tanpa kehilangan fungsi kritisnya. Di satu sisi, DPR mendukung program-program pembangunan; di sisi lain, DPR mengawal agar tidak ada kebijakan yang keluar dari rel keadilan sosial.
Momentum reformasi legislatif ini kini menaruh harapan besar di pundak Puan. Rakyat menunggu agar APBN 2026 tidak lagi hanya menjadi tumpukan angka, melainkan benar-benar senjata untuk memastikan pembangunan yang merata dari Sabang hingga Merauke. Sumitronomic ala Prabowo hanya akan menjadi nyata jika DPR memainkan peran garda rakyat, dan di sinilah Puan Maharani berdiri sebagai komando perubahan.***
