DJADIN MEDIA – Polemik seputar distribusi Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bandar Lampung kembali mencuat. Kali ini, SPPG Kota Bandar Lampung yang berlokasi di Way Halim diduga “main-main” dengan data siswa, khususnya di SMP Negeri 44 dan SMA Siger 2 Bandar Lampung. Indikasi kuat muncul karena SPPG tersebut terletak persis di belakang kedua sekolah, menimbulkan dugaan adanya pengaruh langsung terhadap pendataan dan distribusi MBG.
Namun, upaya klarifikasi dari pihak media menemui jalan buntu. Pengelola SPPG yang diduga berinisial R, D, dan G, enggan memberikan keterangan. Seorang staf di lokasi hanya menyebut, “G ada, tapi sedang istirahat. Enggak berani saya mengganggu.” Lebih lanjut, pegawai ini juga tidak bersedia membagikan nomor kontak pengelola, sehingga penyelidikan lapangan untuk memastikan alur distribusi MBG menjadi terhambat.
Dugaan manipulasi data muncul dari temuan awal pada Selasa, 30 September 2025. Saat itu diketahui bahwa SMA Siger 2 Bandar Lampung, yang belum terdaftar di Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), telah menerima paket MBG. Padahal, menurut aturan resmi dari Kemendikdasmen, penerima MBG harus memenuhi syarat:
“Peserta didik dari satuan pendidikan yang berada di bawah naungan Kemendikdasmen, jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB yang tercatat di Data Pokok Pendidikan (DAPODIK),” tulis ketentuan kementerian.
Ironisnya, SMA Siger Bandar Lampung hingga saat ini belum tercatat di DAPODIK dan keberadaannya belum diakui oleh Disdikbud setempat. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana sekolah yang belum terdaftar bisa mendapat hak MBG yang seharusnya hanya diberikan kepada siswa terdata resmi?
Selain SPPG Way Halim, terdapat SPPG lain di Jagabaya, Way Halim yang berlokasi di Jalan Morotai. Namun hingga berita ini dirilis, belum ada keterangan resmi dari pihak pengelola maupun Disdikbud terkait mekanisme distribusi MBG ke SMA Siger dan SMP Negeri 44. Redaksi masih terus berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan penjelasan lengkap.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena berkaitan dengan transparansi distribusi bantuan pemerintah di sektor pendidikan. Dugaan ketidakpatuhan terhadap DAPODIK berpotensi menimbulkan ketimpangan dan mempertanyakan akuntabilitas lembaga pengelola MBG. Publik kini menanti langkah tegas dari pihak berwenang untuk mengungkap fakta di balik distribusi MBG yang diduga menyimpang ini.***

