DJADIN MEDIA- Polemik terkait dugaan penyimpangan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Lampung semakin memanas setelah LSM PRO RAKYAT menemukan bahwa sejumlah temuan yang diungkap BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung pada Tahun 2023 kembali muncul dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2024. Fokus utama adalah BPKAD Provinsi Lampung, di mana pola temuan yang berulang ini menimbulkan indikasi kuat adanya praktik manipulasi pencatatan pendapatan dan aset daerah yang dapat merugikan keuangan negara.
Dalam paparan kepada media pada Kamis, 20 November 2025, di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung, Ketua Umum LSM PRO RAKYAT, Aqrobin AM, didampingi Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E., menjelaskan bahwa temuan berulang ini tidak sekadar kelemahan administrasi biasa, tetapi menunjukkan potensi kesengajaan dan kelalaian sistematis dalam pengelolaan keuangan daerah. Mereka menekankan perlunya pertanggungjawaban penuh BPKAD Provinsi Lampung, baik secara hukum maupun administratif.
Analisis mendalam atas LHP BPK RI Tahun 2023 dan 2024 mengidentifikasi empat kelompok temuan utama yang identik:
1. Pengakuan Pendapatan Tidak Sesuai Periode
Pada Tahun 2023, BPK mencatat ketidaksesuaian pengakuan pendapatan retribusi dan pendapatan sewa tanah, termasuk pendapatan diterima di muka yang belum ditatausahakan dengan benar, serta perbedaan pencatatan antara LO dan LRA. Tahun 2024, pola yang sama terulang, antara lain mutasi tambah pendapatan diterima di muka TA 2023 sebesar Rp63,96 miliar, mutasi kurang pendapatan diterima di muka TA 2024 sebesar Rp71,40 miliar, dan perbedaan LO–LRA mencapai Rp7,44 miliar. Temuan ini menunjukkan bahwa kesalahan pencatatan tahun sebelumnya tidak diperbaiki dan justru diulang.
2. Koreksi Aset Tanah dan Penghapusan Aset yang Tidak Wajar
BPK pada 2023 menyoroti ketidaksesuaian nilai aset, aset yang keberadaannya tidak jelas, dan kekacauan dalam penilaian tanah serta bangunan. Tahun 2024, temuan serupa muncul kembali, termasuk koreksi tanah di Gedong Wani, reklasifikasi tanah di SMKN Batanghari Nuban, dan penghapusan aset total Rp4.236.513.000,00. Hal ini menegaskan bahwa BPKAD tidak melakukan pembenahan yang signifikan, karena pola temuan identik antara 2023 dan 2024.
3. Pengelolaan Pendapatan BLUD dan Pendapatan Lain-Lain yang Tidak Transparan
Pada Tahun 2023, pengelolaan pendapatan BLUD dan pendapatan jasa pelayanan dinilai tidak sesuai standar akuntansi pemerintahan. Tahun 2024, masalah ini muncul kembali, khususnya terkait perbedaan pencatatan pendapatan Retribusi antara LO dan LRA akibat piutang BLUD yang tidak dibukukan dengan benar, sehingga mengurangi transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan.
4. Temuan Tindak Lanjut yang Tidak Diperbaiki Sejak 2023
Sesuai UU No. 15 Tahun 2004 Pasal 20, setiap temuan BPK wajib ditindaklanjuti maksimal 60 hari. Namun, temuan tahun 2023 muncul kembali pada 2024, menandakan bahwa rekomendasi BPK tidak dijalankan. Hal ini menjadi indikasi kelalaian serius dan berpotensi masuk kategori kelalaian sistematis, yang dapat memicu sanksi hukum bagi pihak terkait.
LSM PRO RAKYAT menilai bahwa temuan-temuan ini menunjukkan dugaan pelanggaran terhadap beberapa regulasi:
1. PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, khususnya Pasal 27 tentang pengakuan pendapatan dan Pasal 34 terkait pendapatan diterima di muka. Pencampuran pendapatan lintas tahun dan pengakuan pendapatan tidak sesuai periode merupakan salah saji yang jelas.
2. UU No. 1 Tahun 2004 (Perbendaharaan Negara), Pasal 3 Ayat (1) yang menekankan pengelolaan keuangan negara harus tertib, taat aturan, transparan, dan akuntabel. Salah saji pendapatan lintas tahun melanggar asas ketertiban dan transparansi.
3. UU No. 15 Tahun 2004 (Pemeriksaan Keuangan Negara), Pasal 20 Ayat (3), yang mewajibkan tindak lanjut rekomendasi BPK paling lambat 60 hari. Munculnya kembali temuan 2023 pada 2024 merupakan pelanggaran tegas pasal ini.
Ketua Umum LSM PRO RAKYAT, Aqrobin AM, menegaskan bahwa temuan berulang ini membuktikan BPKAD gagal memperbaiki tata kelola dan muncul dugaan unsur kesengajaan. Sekretaris Umum Johan Alamsyah menambahkan bahwa jika BPK RI Perwakilan Lampung tidak mampu memberikan penjelasan memadai, pihaknya akan melaporkan masalah ini ke Kejaksaan Agung RI, karena dugaan kerugian daerah dan manipulasi laporan keuangan sudah mulai mengarah ke ranah pidana.
Langkah strategis yang akan ditempuh LSM PRO RAKYAT meliputi:
1. Melaporkan BPKAD ke Kejaksaan Agung RI, dengan rincian dugaan manipulasi pengakuan pendapatan, salah saji material yang memengaruhi laporan keuangan, temuan berulang yang melanggar UU No. 15 Tahun 2004, dan dugaan kerugian negara akibat koreksi serta penghapusan aset.
2. Meminta BPKP RI melakukan audit investigatif. BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung hanya melakukan audit umum (financial audit), sehingga audit investigatif diperlukan untuk mengungkap indikasi pidana, rekayasa pencatatan pendapatan dan aset, serta potensi kerugian negara.
Hasil investigasi LSM PRO RAKYAT terhadap LHP BPK RI Tahun 2023 dan 2024 menunjukkan pola yang sangat jelas: temuan berulang dua tahun berturut-turut, salah saji pendapatan lintas tahun, koreksi dan penghapusan aset tidak wajar, perbedaan material LO–LRA, BPKAD Provinsi Lampung tidak menindaklanjuti temuan sesuai batas waktu 60 hari, serta dugaan pelanggaran SAP, PP 71/2010, UU Perbendaharaan, dan UU Pemeriksaan Keuangan Negara.
LSM PRO RAKYAT menegaskan bahwa pola ini tidak mungkin terjadi tanpa kelalaian serius atau bahkan indikasi kesengajaan, sehingga mereka menuntut tindakan tegas dari aparat penegak hukum, BPK RI, dan BPKP RI untuk memastikan pertanggungjawaban dan perlindungan aset daerah.***

