DJADIN MEDIA— Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana dinilai “lupa diri” dan enggan “berkaca” sebelum menyampaikan pernyataan atau menulis unggahan di media sosial.
Dalam sebuah unggahan akun Instagram yang beredar pada 21 Juli 2025, Eva menyatakan keterkejutannya saat meninjau Terminal Panjang yang rencananya akan dialihfungsikan menjadi Sekolah Siger—sebuah sekolah gratis bagi anak-anak kurang mampu dan berprestasi yang tidak tertampung di sekolah negeri. Namun, ia mendapati adanya warga yang membangun bangunan di area terminal secara ilegal.
“Hari ini saya meninjau Terminal Panjang yang rencananya akan dialihfungsikan menjadi Sekolah Siger—sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu dan berprestasi yang tidak tertampung di sekolah negeri. Namun, saya cukup terkejut saat mendapati ada warga yang menempati dan membangun bangunan terminal secara ilegal,” tulis Eva Dwiana dalam caption Instagram tersebut.
Namun, pernyataan tersebut menuai kritik. Publik mempertanyakan moralitas seorang pemimpin yang berbicara soal pelanggaran hukum warga, sementara kebijakan yang digagasnya pun disebut melanggar regulasi yang berlaku.
Program Sekolah Siger sendiri disebut melanggar Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 tentang redistribusi ASN pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sekolah ini, yang sudah menunjuk wakil kepala sekolah dari ASN SMP Negeri 38, 39, 44, dan 45, belum memiliki izin operasional, belum terdaftar di Dapodik, belum menjalankan kurikulum resmi, belum jelas sumber dan besar anggarannya, serta tidak memiliki rombongan belajar maupun gedung sendiri.
Padahal dalam aturan tersebut, satuan pendidikan masyarakat yang menerima redistribusi guru ASN harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- a. Memiliki izin operasional dari Pemerintah Daerah;
- b. Terdaftar dalam data pokok pendidikan (Dapodik) minimal selama 3 tahun;
- c. Melaksanakan kurikulum resmi yang disahkan Kementerian;
- d. Memiliki peserta didik WNI dengan bahasa pengantar resmi Bahasa Indonesia;
- e. Memiliki anggaran biaya pendidikan lebih kecil dari kebutuhan operasional;
- f. Tidak menolak dana bantuan operasional sekolah (BOS); dan
- g. Memiliki rombongan belajar lengkap sesuai ketentuan peraturan.
Sejumlah pihak menilai, sebelum mengomentari perilaku warga, seharusnya kepala daerah terlebih dahulu memastikan kebijakan yang diluncurkannya memenuhi regulasi dan asas kepatuhan hukum yang berlaku.***