DJADIN MEDIA– Kontroversi seputar pengumpulan data siswa di sekolah-sekolah Bandar Lampung kembali memanas. Wali Kota Eva Dwiana, yang kini akrab disebut The Killer Policy, dinyatakan tidak berwenang mengajukan Program Indonesia Pintar (PIP). Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kabid Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Sunardi, pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Menurut Sunardi, hanya tiga unsur yang berhak mengajukan PIP, yakni sekolah itu sendiri, jaringan aspirasi anggota legislatif, dan pengajuan pribadi secara daring. “Yang bisa mengusulkan PIP itu sekolah, jaring aspirasi aleg, dan pribadi secara online,” jelasnya melalui pesan singkat. Pernyataan resmi dari instansi pendidikan ini secara otomatis mematahkan klaim Camat Enggal M. Supriyadi yang sebelumnya mengaku datang ke sekolah-sekolah untuk mengumpulkan data siswa lengkap, by name by address, dengan tujuan mengidentifikasi siswa yang berhak mendapatkan PIP.
Supriyadi menegaskan bahwa kedatangannya ke sekolah bukan atas perintah Wali Kota atau Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, melainkan inisiatif pribadinya. “Ya itu inisiatif kita sendiri, enggak ada, enggak ada perintah dari mana-mana,” ungkapnya. Ia juga menyatakan kunjungannya mencakup sekolah negeri dan swasta, dengan alasan kenal dekat dengan kepala sekolah.
Namun, jika merujuk pada ketentuan yang dijelaskan Kabid Dinas Pendidikan, langkah Supriyadi mencari data siswa secara langsung tampak tidak relevan. Praktisi pendidikan M. Arief Mulyadin menilai, tindakan door to door yang dilakukan camat dan lurah pada hari yang sama, Senin, 11 Agustus 2025, menimbulkan kekhawatiran Kepala Sekolah SMA/SMK swasta. “Arahnya sudah mulai terlihat jelas. Dari silang pendapat dan alasan yang mengada-ngada, kuat kemungkinan bahwa data by name by address itu akan digunakan untuk memindahkan siswa dari SMA/SMK swasta ke Sekolah Siger yang masih ilegal,” ujarnya, Jumat, 15 Agustus 2025.
Selain Enggal, Camat Sukarame Zolahuddin juga mengakui pihaknya turun langsung ke sekolah untuk mencari data siswa, dengan dalih sosialisasi Sekolah Siger dan beasiswa kuliah. “Iya kita mencari data untuk sosialisasi sekolah Siger dan beasiswa kuliah, karena kadang diminta ke RT tapi alasannya tidak ada, jadi kita turun langsung agar tidak ada miskomunikasi,” ungkapnya.
Sementara itu, DPRD Kota Bandar Lampung dari Komisi 4 menyatakan belum ada pembahasan terkait aliran dana untuk Sekolah Siger. Komisi 4 baru akan membahas rencana tersebut dalam rapat mendatang. “Kan mau dibahas dulu di komisi,” jawab salah satu anggota ketika ditanya mengenai anggaran SMA Swasta Siger yang masih ilegal, Senin, 11 Agustus 2025.
Praktisi pendidikan menekankan bahwa pengumpulan data siswa oleh aparat tanpa koordinasi resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kota berpotensi menimbulkan masalah hukum dan etika, terutama jika data tersebut dimanfaatkan untuk mengalihkan siswa ke lembaga yang belum memiliki izin resmi. Situasi ini menunjukkan pentingnya transparansi dan koordinasi yang jelas dalam setiap program pendidikan agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan sekolah dan masyarakat.***