DJADIN MEDIA — Para pelaku UMKM kini dilanda kecemasan terkait informasi yang beredar mengenai penghapusan utang, apakah Kredit Usaha Rakyat (KUR) termasuk dalam kategori yang dapat dihapuskan oleh Presiden Prabowo. Berikut penjelasan selengkapnya.
KUR, yang merupakan program pemerintah untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM, selama ini disalurkan melalui lembaga keuangan dengan pola penjaminan. Penjaminan kredit ini dilakukan oleh dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang asuransi, yaitu Askrindo dan Jamkrindo.
Namun, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, yang mengatur penghapusan piutang macet UMKM, menimbulkan kebingungan. PP tersebut menyebutkan ada tiga kriteria utang UMKM yang bisa mendapatkan penghapusan atau pemutihan, yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1). Ketiga kriteria tersebut adalah:
1. Kredit UMKM yang merupakan program pemerintah yang sumber dananya berasal dari Bank atau lembaga keuangan non-Bank BUMN yang telah selesai programnya saat berlakunya PP ini.
2. Kredit UMKM yang disalurkan menggunakan dana dari Bank atau lembaga keuangan non-Bank BUMN, namun bukan bagian dari program pemerintah.
3. Kredit UMKM yang disebabkan oleh bencana alam, seperti gempa bumi, likuifaksi, atau bencana alam lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat atau daerah.
Namun, dalam Pasal 6 ayat (2) butir c, disebutkan secara tegas bahwa **kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan tidak memenuhi syarat untuk dihapuskan**. Artinya, KUR, yang dijamin oleh Askrindo dan Jamkrindo, tidak termasuk dalam kategori kredit yang bisa mendapatkan fasilitas penghapusan.
Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan lebih lanjut bagi banyak pelaku UMKM yang berharap mendapatkan keringanan utang. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai kriteria kredit UMKM yang bisa diputihkan, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Otoritas terkait juga diharapkan segera menerbitkan aturan turunan untuk memperjelas dan mengatur lebih lanjut PP 47/2024. Langkah ini penting untuk mencegah penyalahgunaan aturan yang dapat merugikan pihak tertentu dan meminimalisir potensi pengemplangan kredit.***