DJADIN MEDIA – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendorong pembahasan lebih lanjut mengenai kemungkinan calon presiden dan wakil presiden yang diusung melalui jalur independen. Dorongan ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan ketentuan ambang batas 20% untuk pencalonan presiden, yang telah lama diatur dalam undang-undang.
Ketua DPD, Sultan Bachtiar Najamuddin, mengungkapkan bahwa kondisi saat ini menunjukkan rendahnya kualitas sistem kaderisasi di internal partai politik. Menurutnya, hal ini berdampak pada pilihan pemimpin bangsa. “Saat ini, UUD memang hanya memberikan hak kepada partai politik sebagai institusi demokrasi yang dapat mengajukan calon presiden. Namun, wacana untuk menghadirkan calon pemimpin bangsa yang independen atau berasal dari institusi non-partisan perlu mulai dipertimbangkan,” kata Sultan.
Sultan juga mengusulkan Indonesia meniru sistem di beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, yang memungkinkan calon presiden maju tanpa afiliasi partai, atau bahkan Rusia, di mana Presiden Vladimir Putin terpilih setelah maju sebagai calon independen.
Meskipun saat ini UUD Indonesia masih membatasi pencalonan presiden hanya dari partai politik, Sultan menilai penting untuk mengkaji wacana ini agar prinsip keadilan dan persamaan hak politik tidak terhambat oleh batasan-batasan tertentu, baik itu dalam hal presidential threshold maupun institusi politik.
Sultan menyambut baik keputusan MK yang menghapuskan batasan-batasan tersebut, dengan harapan dapat membuka jalan bagi proses pencalonan presiden yang lebih demokratis. “Sulit bagi bangsa ini untuk mencapai kualitas demokrasi yang matang dan menemukan pemimpin nasional yang berkualitas jika kita tidak menyiapkan institusi demokrasi alternatif selain partai politik,” tambahnya.
Putusan MK tersebut diambil dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 pada 2 Januari 2025, yang mengabulkan gugatan dari empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Keputusan ini memungkinkan setiap partai politik untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa terikat pada ambang batas 20% kursi parlemen.
Namun, untuk menghindari jumlah pasangan calon presiden yang terlalu banyak, MK merekomendasikan adanya rekayasa konstitusional, seperti meminta partai-partai untuk membentuk koalisi, dengan syarat koalisi tersebut tidak menjadi terlalu dominan.***