DJADIN MEDIA – Akademisi Universitas Lampung, Dr. Yusdianto, mempertanyakan kinerja KPU dan Bawaslu Kabupaten Pesawaran terkait dugaan ijazah palsu yang melibatkan calon bupati, Aries Sandi Dharma Putra. Ia menilai bahwa kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut tidak cermat dalam proses administrasi calon kepala daerah.
“Apakah KPU dan Bawaslu Pesawaran sudah melakukan cross-check keabsahan ijazah calon saat mendaftarkan diri ke KPU sebelum mengikuti Pilkada 2024?” ungkap Yusdianto saat berbincang dengan Helo Indonesia pada Senin (21/10/2024).
Ia menyarankan agar KPU Pesawaran meminta rekomendasi yang memastikan keabsahan ijazah sebagai langkah antisipasi untuk mencegah polemik seperti ini. Berdasarkan bukti fisik surat keterangan pengganti ijazah paket yang dilampirkan oleh Aries, Yusdianto menemukan sejumlah kejanggalan, seperti ketiadaan nomor ijazah, nomor induk, asal sekolah, serta tanda tangan kepala sekolah.
“Surat keterangan ini hanya menjelaskan tentang kehilangan, bukan membuktikan keabsahan ijazah,” jelasnya.
Melihat fakta tersebut, Yusdianto merasa ada cukup alasan untuk memeriksa kejujuran dan profesionalitas KPU serta Bawaslu dalam menjalankan tugas mereka. Ia juga menekankan, “Jangan-jangan mereka sudah mengetahui potensi pelanggarannya tetapi memilih untuk tutup mata.”
Yusdianto berharap masyarakat berani melaporkan dugaan ijazah palsu tersebut agar pencalonan Aries Sandi dapat digugurkan pada Pilkada Pesawaran 2024. “Tidak boleh membenarkan sesuatu yang keliru. Harus ada yang melaporkan hal ini ke Sentra Gakkumdu setempat, karena ini merupakan pembiaran pelanggaran oleh penyelenggara, baik oleh KPU maupun Bawaslu Pesawaran,” pungkasnya.
Dugaan ijazah palsu ini juga menarik perhatian tokoh masyarakat, Alzier Dianis Thabrani, yang meminta agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI turun tangan untuk menyelidiki isu serius ini. Ia mengingatkan, “Jangan sampai Pilkada Pesawaran 2024 tidak kredibel dalam mencari pemimpin yang jujur untuk mengemban amanat rakyat.”
Jika Bawaslu tidak mengambil tindakan, Alzier berencana melaporkan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk meminta sanksi bagi penyelenggara pilkada yang tidak menanggapi masalah ini dengan serius. “Jangan takut jika benar,” tegasnya.***