DJADIN MEDIA– Gugatan yang diajukan oleh lima calon kepala daerah (Cakada) di Lampung terhadap hasil Pilkada 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) sangat bergantung pada kekuatan bukti yang dapat mereka sampaikan kepada majelis hakim.
Seperti diketahui, lima Cakada di Lampung telah mengajukan gugatan terhadap hasil Pilkada 2024 ke MK, meminta agar hasil pemilihan yang mereka anggap tidak sah diperiksa lebih lanjut.
Menurut Muhtadi, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), peluang untuk diterimanya gugatan ini sangat tergantung pada bukti yang dikumpulkan oleh pihak pemohon. Ia menekankan bahwa kekuatan bukti menjadi faktor utama yang akan menentukan apakah gugatan dapat diterima.
“Pasal yang ada justru berpotensi menghilangkan hak mereka sebagai pemohon, meskipun ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak yang menang,” ujar Muhtadi, mengkritisi ketentuan hukum yang ada.
Dalam sidang pendahuluan di MK, Muhtadi menekankan, Cakada harus dapat menunjukkan bukti yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa kemenangan lawan mereka tidak sah secara hukum. “Bukti-bukti ini harus membuktikan adanya kecurangan yang mempengaruhi hasil Pilkada,” lanjutnya.
Namun, Muhtadi juga mengingatkan bahwa ketentuan ambang batas dalam Pasal 158 sering kali menjadi hambatan bagi Cakada untuk memperoleh keadilan, meskipun sudah ada indikasi kuat mengenai adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Ia juga mengkritik pandangan normatif yang hanya berfokus pada Pasal 158 sebagai syarat utama dalam proses gugatan. “Jika aturan ini tidak dievaluasi, maka hak-hak Cakada yang dirugikan bisa terabaikan, dan itu jelas tidak adil,” tegas Muhtadi.
Muhtadi berharap MK dapat menjaga integritas Pilkada dengan mempertimbangkan aspek keadilan, bukan hanya sekedar hasil suara. “Yang paling penting adalah Pilkada harus menghasilkan pemimpin yang terpilih secara sah dan benar,” katanya.
Ia juga menegaskan, MK bukan sekadar lembaga yang menghitung hasil Pilkada, tetapi juga bertugas memastikan bahwa setiap Cakada yang merasa dirugikan mendapat keadilan yang semestinya. “Kami sepakat bahwa MK bukan hanya ‘Mahkamah Kalkulator’ atau ‘Mahkamah Keluarga’. Kami berharap MK benar-benar membuktikan kemurnian Pilkada 2024,” pungkas Muhtadi.***