DJADIN MEDIA — Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Lampung, Ibu Purnama Wulan Sari Mirza, secara resmi membuka acara Lampung Fashion 2025 di Lantai 1 Mall Boemi Kedaton, Kamis (15/5/2025). Acara bergengsi ini menghadirkan 46 finalis Muli Meghanai yang mewakili 13 kabupaten/kota di Provinsi Lampung.
Lampung Fashion 2025 mengusung tema “Ragam Warna Lampung Maju” dan menampilkan 24 finalis Muli dan 22 Meghanai yang memamerkan keindahan dan kreativitas kain tradisional serta busana khas Lampung. Para finalis akan menjalankan tugas selama satu tahun ke depan untuk mempromosikan destinasi wisata, produk kriya unggulan, serta kekayaan wastra Lampung, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam sambutannya, Ibu Purnama Wulan Sari Mirza menekankan bahwa ajang ini bukan sekadar kompetisi, melainkan bagian penting dalam pembentukan karakter dan kecintaan generasi muda terhadap warisan budaya.
“Hari ini, kita tidak hanya menyaksikan kecantikan dan ketampanan, tetapi juga intelektualitas, wawasan budaya yang luas, dan karakter positif dari para finalis. Ini adalah pondasi penting untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Ibu Wulan menyoroti pentingnya inovasi dalam pelestarian budaya, menggarisbawahi bahwa Lampung Fashion menjadi sarana strategis menghidupkan kembali kain tradisional melalui desain kreatif yang mampu bersaing di pasar nasional dan global.
“Kolaborasi antara Muli Meghanai dan Lampung Fashion ini merupakan gerakan kebudayaan yang memperkuat jati diri daerah, menggabungkan warisan budaya dengan semangat inovasi generasi muda,” tambahnya.
Ibu Purnama Wulan Sari Mirza juga mengapresiasi para desainer dan semua pihak yang mendukung terselenggaranya acara ini, mengajak masyarakat luas untuk terus mendukung karya kreatif lokal sebagai wujud penguatan identitas budaya Lampung di kancah nasional dan internasional.
Lampung Fashion 2025 sekaligus menjadi ajang apresiasi terhadap peran aktif generasi muda dalam pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Lampung. Sejak 1989, kompetisi ini telah menjadi wadah regenerasi duta budaya dan pariwisata daerah.
Acara ini menampilkan karya para desainer lokal ternama yang mengangkat tradisi tapis dan sulam usus ke dalam rancangan modern yang diminati generasi muda, membuktikan bahwa warisan budaya dapat hidup dan berkembang sesuai zaman.***