DJADIN MEDIA– Kuasa hukum PT Lampung Energi Berjaya (PT LEB) mengungkapkan niatnya untuk mengajukan audiensi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan tersebut.
“Kami berencana bertemu dengan pihak Kejati Lampung secepatnya. Hari ini, jika memungkinkan, kami akan segera mengirimkan surat permohonan audiensi. Jika tidak, besok kami akan kirimkan,” ujar Dr. Sopian Sitepu, kuasa hukum PT LEB.
Sopian menjelaskan, kasus dugaan korupsi yang sudah berjalan dua bulan ini, namun belum ada kejelasan mengenai aturan yang dilanggar. Bahkan, kasus ini sudah beralih status dari penyelidikan menjadi penyidikan tanpa adanya kejelasan perbuatan pidana yang dilanggar.
“Kami mendukung proses hukum jika ada dasar hukum yang jelas. Namun jika tidak ada, sebaiknya jangan dilanjutkan. Penyidikan harusnya dilakukan jika ada perbuatan pidana yang jelas, serta pasal yang dilanggar,” tegas Sopian.
Ia juga mengkritik langkah Kejaksaan Tinggi Lampung yang telah melakukan penggeledahan dan penyitaan tanpa izin atau persetujuan pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 KUHAP. Menurutnya, tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan prematur dan penyalahgunaan wewenang.
Dalam pertemuan yang rencananya akan digelar dengan Kejati, kuasa hukum PT LEB akan mendesak penyidik untuk menghentikan langkah paksa dalam penyidikan jika tidak ditemukan unsur pidana yang jelas.
“Kami belum mengetahui secara pasti unsur pidana apa yang mendasari penyidikan ini. Oleh karena itu, kami meminta agar upaya paksa dihentikan jika tidak ditemukan bukti pidana,” lanjutnya.
Sopian juga menilai bahwa tindakan penyidik yang mengamankan dana dari rekening PT LEB terkait pengelolaan Participating Interest (PI) 10 persen tidak didasarkan pada hukum yang jelas dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana (KUHAP). Ia menyebutkan bahwa pengamanan uang tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang.
“Jika alasannya adalah untuk mencegah korupsi, seharusnya ada supervisi yang jelas mengenai pengelolaan PI 10 persen tersebut,” ujar Sopian. Ia merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa pengelolaan dana PI 10 persen harus diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan usaha lain.
Sopian menambahkan bahwa hingga saat ini, Kejati Lampung tidak pernah menemukan bukti penyalagunaan dana PI 10 persen oleh PT LEB untuk kegiatan usaha lain.
“Kami sebagai kuasa hukum PT LEB meminta Kejati Lampung untuk tidak melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemeriksaan dan upaya paksa. Kami juga meminta agar dilakukan pemeriksaan terhadap ahli dari Kemendagri, Kementerian ESDM, dan ADPMET yang memiliki pemahaman tentang pengelolaan PI 10 persen,” tutupnya.****