DJADINMEDIA – InsidePolitik — Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menggelar aksi unjuk rasa di pelataran Gedung D, Jakarta, Senin (20/1/2025). Demo ini dipicu kebijakan mutasi besar-besaran yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Mendiktisaintek Satryo menyatakan bahwa mutasi ini merupakan langkah strategis untuk membenahi kementerian, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto dalam rangka efisiensi anggaran pemerintah. “Kita sedang melakukan mutasi besar-besaran karena struktur kementerian pecah menjadi tiga. Ini amanat presiden untuk berhemat anggaran,” ujarnya.
Meski demikian, Satryo menilai aksi demonstrasi ini sebagai respons berlebihan. “Pendemo kan cari sesuatu yang menarik perhatian. Intinya kita sedang bersih-bersih, tidak ada niat buruk,” tegasnya.
Tudingan Pemecatan Semena-mena
Protes ini juga dipicu pemecatan Neni Herlina, Prahum Ahli Muda dan Penanggung Jawab Rumah Tangga Kemendiktisaintek, yang disebut dilakukan tanpa dasar yang jelas. Dalam aksinya, para pegawai membentangkan spanduk dengan nada sindiran, seperti: “Kami ASN, dibayar oleh negara, bekerja untuk negara, bukan babu keluarga” dan “Institusi negara bukan perusahaan pribadi Satryo dan istri!”
Neni mengaku diminta meninggalkan ruangannya secara mendadak pada Jumat (17/1/2025). “Mendiktisaintek masuk ke ruangan saya dan berkata dengan nada tinggi, ‘Keluar kamu ke Dikdasmen! Bawa semua barang-barangmu!’” ungkap Neni.
Ia menduga masalah bermula dari persoalan sederhana, seperti penggantian meja di ruangan menteri yang diperintahkan oleh istri Satryo. “Saya hanya melaksanakan tugas, tetapi tiba-tiba dipanggil dan dimarahi,” katanya.
Neni juga menyebut suasana kerja di kementerian menjadi mencekam akibat ancaman mutasi. “Teman-teman saya bekerja di bawah tekanan dan ketakutan. Ini melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Respon Kemendiktisaintek
Menanggapi aksi ini, Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang, menilai demonstrasi tersebut sebagai dinamika organisasi yang wajar. Ia memastikan pihaknya terbuka untuk berdialog dengan para pegawai.
“Masih ada ruang dialog untuk mencari solusi terbaik. Kami siap mendengarkan dengan tangan terbuka,” kata Togar.
Aksi ini juga disertai kehadiran tujuh karangan bunga yang mengecam kebijakan Satryo, salah satunya bertuliskan: “Berdiri Bersama Hari Ini untuk Dikti yang Lebih Baik: Lawan Menteri Dzalim.”
Sementara itu, Satryo membantah berbagai tudingan yang menyebut dirinya sebagai sosok pemarah dan sewenang-wenang. “Itu tidak benar,” tegasnya singkat.
Hingga kini, belum ada kepastian mengenai kelanjutan dialog antara pihak kementerian dan para pendemo. Namun, polemik ini menjadi sorotan publik, terutama terkait etika kepemimpinan dan tata kelola organisasi.***