Refleksi Dialektika HNSI ke-52 Tahun
oleh Kusaeri Suwandi Ketua DPD HNSI Lampung
DJADIN MEDIA- Sejak lahir pada 21 Mei 1973, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) telah menorehkan perjalanan panjang sebagai rumah besar bagi para nelayan di Tanah Air. Terbentuk dari penyatuan enam organisasi nelayan yang sebelumnya terfragmentasi oleh perbedaan politik, HNSI bertujuan menjadi wadah tunggal untuk membina, memberdayakan, dan mengawal suara nelayan di seluruh penjuru Indonesia.
Dari Politik Orde Baru Menuju Organisasi Profesi yang Mandiri
Di masa Orde Baru (1973-1998), HNSI kerap menjadi alat politik rezim, mengaburkan peran aslinya sebagai representasi nelayan sejati. Pembentukan HNSI saat itu memang dimaksudkan untuk meredam perpecahan politik di kalangan nelayan, namun pada kenyataannya aspirasi hukum adat dan hak nelayan acapkali terabaikan.
Era Reformasi membawa angin segar. Mulai tahun 1998, HNSI bertransformasi menjadi organisasi profesi yang non-politik dan independen. Munas IV tahun 2000 menjadi titik balik penting dengan penegasan perjuangan demi kesejahteraan nelayan, termasuk dorongan amandemen undang-undang perikanan, penghapusan utang nelayan, dan penindakan kapal ilegal. Peran HNSI mulai kembali ke jalur yang benar: memperjuangkan kepentingan nelayan, bukan kepentingan politik semata.
Tantangan Baru: Stagnasi dan Dualisme Kepemimpinan
Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Setelah tahun 2007, HNSI menghadapi masa stagnasi, minim regenerasi, dan kegagalan dalam melindungi nelayan secara nyata. Organisasi yang seharusnya menjadi garda terdepan justru terjebak dalam dualisme kepemimpinan yang membuat nelayan bingung dan kehilangan arah.
Dampaknya, fokus organisasi terseret pada perebutan kursi dan legalitas, sementara isu-isu krusial di lapangan makin menggunung:
- BBM subsidi yang tidak tepat sasaran, menyebabkan kelangkaan dan akses sulit.
- Ketiadaan database terintegrasi tentang nelayan yang mempersulit perencanaan dan bantuan.
- Aturan tumpang tindih antara pusat dan daerah soal zonasi penangkapan ikan.
- Minimnya jaminan sosial dan perlindungan kesehatan bagi nelayan dan keluarganya.
- Ancaman illegal fishing dari nelayan asing yang mengakibatkan eksploitasi berlebihan hingga 75% sumber daya ikan nasional.
Menuju Sintesis Baru: Revitalisasi dan Sinergi
Upaya revitalisasi HNSI melalui Munas Bogor 2023 menunjukkan harapan baru, tetapi masalah dualisme internal masih menjadi batu sandungan terbesar. Nelayan butuh satu suara tegas dan kerja nyata, bukan pertarungan jabatan yang menghambat kemajuan.
Secara dialektika, perjalanan HNSI menggambarkan proses dinamis: tesis awal sebagai organisasi politik Orde Baru, antitesis berupa transformasi ke organisasi profesi pasca-Reformasi, dan kini sedang mencari sintesis yang mampu mengatasi stagnasi serta dualisme demi perjuangan nelayan yang lebih bermakna.
Visi dan Misi HNSI untuk Mendukung Pemerintahan Kini
Visi HNSI yang relevan dengan arah pemerintahan sekarang adalah:
“Mewujudkan nelayan Indonesia yang sejahtera, berdaulat, dan berkontribusi optimal dalam pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan.”
Misi strategis yang dijalankan antara lain:
- Meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui akses permodalan, pemberdayaan koperasi, pelatihan teknik penangkapan ramah lingkungan, serta jaminan sosial dan kesehatan.
- Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya laut secara lestari, mendukung kebijakan penangkapan terukur, konservasi ekosistem pesisir, dan pemberantasan illegal fishing.
- Menjadi mitra strategis pemerintah dalam penyusunan kebijakan dan evaluasi program kelautan, serta advokasi regulasi yang berpihak pada nelayan.
Selamat HUT ke-52 HNSI: Nelayan, Garda Terdepan Ketahanan Pangan Nasional
Di usia 52 tahun, HNSI diharapkan mampu mengembalikan marwahnya sebagai organisasi yang benar-benar menjadi garda terdepan ketahanan pangan nasional. Nelayan adalah ujung tombak penyediaan sumber protein laut bagi bangsa, dan peran mereka harus terus diperkuat melalui organisasi yang solid, profesional, dan berorientasi kesejahteraan.
Mari bersama-sama wujudkan nelayan Indonesia yang tidak hanya bertahan, tapi juga maju dan sejahtera — sebagai penopang utama ketahanan pangan dan kekuatan ekonomi biru bangsa.***