DJADIN MEDIA- Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus mengungkapkan dugaan bahwa pembatalan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional, yang akhirnya berujung pada pembredelan, dipicu oleh ketidaksenangan seorang mantan Presiden RI.
“Saya tidak percaya ini permintaan Pak Prabowo. Ini pasti ada pihak dari pemerintahan yang merasa tersinggung,” ujar Deddy, tanpa merinci lebih lanjut siapa yang dimaksud.
Menurut Deddy, Prabowo Subianto sebagai sosok yang mencintai seni tidak mungkin melarang kegiatan seni, termasuk pameran lukisan tersebut. Bahkan, ia menyebutkan bahwa Prabowo sedang dalam kunjungan ke luar negeri saat insiden ini terjadi.
“Kalau sampai beliau di luar negeri, tiba-tiba muncul kisruh seperti ini, bisa disalahartikan dan merugikan citra beliau sebagai seorang yang mendukung kebebasan berpendapat dan berkreasi,” jelas Deddy.
Kisruh di Galeri Nasional
Pameran yang rencananya digelar pada 19 Desember 2024 itu dibatalkan setelah Yos Suprapto menolak untuk mencopot lima karya lukisannya yang diminta oleh kurator Suwarno Wisetrotomo. Kejadian ini memicu perdebatan sengit tentang kebebasan seni dan intervensi pihak tertentu dalam dunia seni.
Deddy Yevry Sitorus juga merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyatakan bahwa tidak ada pemberedelan terhadap pameran tersebut. Deddy meminta Fadli untuk lebih teliti dalam memahami makna dari pemberedelan.
“Pak Fadli Zon dan Pak Giring, keduanya adalah seniman, jadi seharusnya lebih memahami hal ini. Jangan sampai seperti zaman Orde Baru, di mana seni dikendalikan dan dibungkam,” ujar Deddy, mengingatkan Fadli yang pernah menulis puisi bernada kritis terhadap Presiden Joko Widodo setelah kekalahan Prabowo di Pilpres 2014.
Menanggapi Kontroversi
Pihak Galeri Nasional sendiri telah memberikan klarifikasi mengenai pembatalan tersebut. Kurator Suwarno Wisetrotomo mengungkapkan bahwa Yos Suprapto merasa keberatan dengan permintaan untuk menghapus beberapa karya seni yang dianggapnya penting dalam pameran tersebut. Pembatalan ini semakin memperburuk situasi yang sebelumnya sudah dipenuhi ketegangan antara seniman dan pihak pengelola galeri.
Publik kini dipersilakan untuk menafsirkan sendiri siapa yang sebenarnya terlibat dalam kisruh ini. Namun, yang pasti, insiden ini menggambarkan ketegangan antara kebebasan berkreasi dalam seni dan tekanan-tekanan politik yang kerap mempengaruhi dunia seni di Indonesia.***