DJADIN MEDIA– Kasus PT LEB yang tengah bergulir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung ternyata membawa dampak tak terduga. Kejati Lampung diketahui memeriksa sejumlah pihak yang tidak ada kaitannya langsung dengan kasus tersebut, termasuk penjual galon dan pedagang siomay.
Hingga kini, alasan penyidik Kejati memeriksa kedua pedagang tersebut belum jelas. Terungkap bahwa penyidik bahkan mengunjungi warung tempat penjual galon dan berencana memanggil pedagang siomay sebagai saksi terkait transaksi pembelian siomay. Meski demikian, belum ada kejelasan apakah pemeriksaan ini terkait dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kasus PT LEB, atau apakah dana Participating Interest (PI) digunakan untuk membeli barang dari kedua pedagang tersebut.
Kasus PT LEB masih dalam proses penyidikan, namun satu hal yang luput dari perhatian adalah kenyataan bahwa dana PI bukan merupakan uang negara dan tidak tunduk pada pengelolaan keuangan negara. Sebaliknya, dana tersebut dikelola dengan cara korporasi sesuai peraturan yang berlaku.
Ironisnya, penyidik Kejati Lampung tampaknya belum memahami sepenuhnya bahwa dana PI berasal dari mekanisme tersendiri, terpisah dari pengelolaan keuangan negara, dan bukan berasal dari kas negara. Namun, Kejati Lampung seakan tergesa-gesa dalam menyelidiki kasus ini. Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, mengungkapkan bahwa penyidik terus memeriksa saksi-saksi dan berupaya mengembalikan kerugian negara serta aset yang diduga terkait dengan korupsi PT LEB.
“Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 17 saksi. Perkembangan lebih lanjut terkait modus dan hal lainnya akan diumumkan setelah adanya penetapan tersangka,” ujar Armen Wijaya.
Menariknya, sumber di dalam kejaksaan menyebutkan bahwa dalam proses pemeriksaan, penyidik hanya menanyakan pertanyaan dasar mengenai definisi dan tugas pokok para saksi. Meski begitu, Kejati Lampung sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan barang yang diduga terkait dengan PT LEB.
Tindakan terburu-buru Kejati Lampung ini bisa menciptakan preseden buruk bagi provinsi Lampung. Pasalnya, daerah ini termasuk salah satu dari hanya 10 daerah di Indonesia yang berhasil memperoleh dana PI, dari total 73 daerah yang mengajukan permohonan sejak 2016.
Sumber InsidePolitik menjelaskan bahwa syarat untuk mendapatkan dana PI sangat ketat. Jika ada satu saja syarat yang tidak terpenuhi atau data yang dimasukkan salah, maka dana PI bisa dibatalkan. Dengan sikap Kejati Lampung yang kini tengah menyidik dana PI, potensi perolehan dana ini di Lampung dalam 20 tahun ke depan terancam terganggu.
PHE OSES telah menyetujui pemberian dana PI untuk Lampung dan Jakarta masing-masing sebesar 5 persen, dengan total 10 persen dari dana PI yang akan diberikan selama 20 tahun, terhitung sejak 2018 hingga 2038. Namun, jika penyidikan yang tergesa-gesa ini terus berlanjut, potensi pendapatan daerah dari dana PI, yang dapat mencapai ratusan miliar per tahun, berisiko hilang.
Penyidik Kejati Lampung seharusnya mempertimbangkan dengan hati-hati dampak dari tindakan mereka terhadap masa depan keuangan daerah, terlebih dengan adanya potensi dana PI yang sangat signifikan untuk pembangunan daerah Lampung.***