DJADIN MEDIA– Tim hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dan Hasan Basri, mengungkapkan indikasi adanya campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilgub Sumut yang saat ini tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum Edy, Bambang Widjajanto, menilai Pilkada Sumut kali ini berbeda dengan pilkada lainnya. Hal ini dikarenakan salah satu calon, Bobby Nasution, adalah menantu Presiden Jokowi, sehingga membuat Pilgub Sumut seolah menjadi ajang seperti Pemilihan Presiden (Pilpres).
“Karena ada salah satu calon gubernurnya adalah menantu mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia. Di Sumut pilkadanya rasa pilpres. Tidak ada di seluruh pilkada serentak di Indonesia tahun 2024 calonnya berasal dari anak menantu mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia,” ujar Bambang.
Bambang mengungkapkan bahwa hubungan Jokowi dengan Bobby sebagai mertua dan menantu menimbulkan kesan adanya campur tangan dalam Pilkada Sumut. Ia menyebutkan bahwa frasa ‘cawe-cawe’ yang sempat ramai menjadi indikasi kuat adanya pengaruh dalam proses pemilihan.
“Ini menjadi sinyal adanya campur tangan dalam Pilkada Sumut yang tidak sesuai dengan asas pemilu yang mengedepankan kedaulatan rakyat,” tambah Bambang.
Selain itu, Bambang juga mempersoalkan keterlibatan berbagai pihak, termasuk penyelenggara pemilu, pengawas, ASN, dan pejabat daerah dalam mendukung Bobby Nasution. Ia mencontohkan adanya Plt Bupati Tapanuli Selatan yang disebut mengarahkan kepala sekolah di wilayahnya untuk memilih Bobby dengan ancaman jika tidak memilih.
Keterlibatan lainnya disebut terjadi di Kabupaten Asahan, di mana kepala desa diduga membagikan sembako untuk memengaruhi pilihan pemilih. Tak hanya itu, Bambang juga menyoroti peran aktif pejabat Gubernur Sumatera Utara yang membawa pihak terkait dalam kegiatan ‘Safari Dakwah dan Doa Keselamatan’ yang digelar untuk memperkenalkan Bobby.
Bambang juga menduga bahwa rendahnya partisipasi pemilih disebabkan oleh bencana banjir di beberapa daerah di Sumut, yang mengakibatkan aksesibilitas ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) terhambat. Beberapa pemilih bahkan memilih untuk membersihkan rumah akibat sulitnya mencapai TPS.
Menanggapi dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), Bambang meminta agar Mahkamah Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Utara untuk menggelar pemungutan suara ulang di seluruh TPS di beberapa kabupaten/kota yang terdampak banjir, guna memastikan keadilan dalam pemilihan.***