DJADIN MEDIA– Dalam debat perdana Pilkada Kota Bandar Lampung, calon wali kota petahana, Reihana, melontarkan sindiran kepada pesaingnya, Eva Dwiana, terkait isu-isu penting seperti e-KTP, banjir, dan utang Pemerintah Kota Bandar Lampung. Momen ini menciptakan ketegangan di panggung debat, yang berlangsung pada tanggal 29 Oktober 2024.
Eva Dwiana yang berpasangan dengan Dedi Amarullah mengaku tidak terlalu mempermasalahkan sindiran Reihana. Ia menegaskan bahwa tantangannya dalam Pilwakot 2024 belum sepenuhnya memahami persoalan yang dihadapi Bandar Lampung dan belum pernah menjabat sebagai wali kota. “Debat ini sesuai dengan harapan, kami menyampaikan yang sudah kami lakukan,” ujar Eva.
Menanggapi sindiran tentang utang, Eva berpendapat bahwa utang adalah hal yang wajar dalam pembangunan daerah. “Tidak apa-apa, karena pemerintah pusat juga memiliki utang, begitu pula Provinsi Lampung,” jelasnya. Ia menekankan bahwa untuk membangun, terkadang diperlukan utang yang akan dibayar setelah pembangunan selesai.
Mengenai kemacetan, Eva memaparkan solusi yang ditawarkannya, yakni pembangunan flyover dan underpass. “Solusi untuk masalah kemacetan adalah flyover dan underpass. Jika terpilih lagi, kami akan membangun dua flyover tambahan di Bandar Lampung,” tambahnya.
Ketika moderator membacakan penilaian Ombudsman mengenai lambatnya pelayanan e-KTP dan suasana kantor yang kurang nyaman, Reihana mengusulkan perbaikan desain kantor agar pemohon merasa lebih nyaman. Ia juga berkomitmen untuk melakukan evaluasi guna mengidentifikasi penyebab keterlambatan. “Mall pelayanan publik tidak terintegrasi dengan kantor Disdukcapil, sehingga perencanaan program harus teliti agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik,” katanya.
Menanggapi isu keterlambatan pelayanan, Eva Dwiana membantah tuduhan tersebut. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Kota telah berupaya keras untuk memastikan pelayanan e-KTP berjalan lancar, meskipun ada sedikit kendala beberapa bulan lalu. “Setelah kami melapor ke pusat, pelayanan bisa segera lancar,” ujar Eva.
Namun, Reihana tetap pada pendiriannya bahwa jika ada keterlambatan, solusinya harus segera diberikan. Ia berjanji untuk meningkatkan sosialisasi mengenai sistem pelayanan elektronik jika terpilih. “Jika masyarakat tidak memahami sistem elektronik, bagaimana pelayanan bisa cepat? Kami akan menempatkan pegawai di lokasi pelayanan untuk memberikan penjelasan,” tegas Reihana.
Debat ini menunjukkan ketegangan dan perbedaan visi antara kedua calon wali kota, serta menjadi ajang bagi mereka untuk mengemukakan solusi terkait permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Bandar Lampung.***