DJADIN MEDIA- Bantuan yang seharusnya menjadi jalan keluar cepat bagi warga pra sejahtera di Kota Bandar Lampung justru terhambat oleh prosedur birokrasi panjang dan berbelit. Akibatnya, Nely (60), seorang nenek renta yang kini hidup bersama dua anak gadisnya, harus menanggung penderitaan lebih lama tanpa memiliki rumah untuk berteduh.
Tragedi bermula pada 8 Agustus 2025 ketika rumah Nely di Panjang Selatan hancur diterjang bencana pasang laut. Harta bendanya tak tersisa, meninggalkan ia dan keluarganya tanpa tempat tinggal. Dalam kondisi penuh keterbatasan, Nely hanya bisa berharap ada tangan-tangan dermawan yang menolong. Namun kenyataan di lapangan berbeda: ia harus berpindah-pindah dari satu rumah tetangga ke rumah tetangga lain.
RT setempat sempat menampungnya, namun hanya dalam waktu singkat karena alasan tertentu. Tetangganya pun bergantian menolong, meski Nely merasa sungkan karena takut menambah beban orang lain. Kini, ia sudah berpindah hingga ke rumah tetangga ketiga. Kondisi ini membuatnya semakin tertekan, apalagi sambil memikirkan nasib dua anak gadisnya yang ikut terlunta-lunta.
“Hancur leburlah dia itu. Pikiran kacau karena sudah tidak punya rumah, mikirin bagaimana bisa kembali bertempat tinggal, mikirin enggak enak sama tetangga, dan mikirin makan sehari-hari,” ungkap Agung, warga yang melaporkan kisah pilu ini kepada redaksi pada Selasa, 2 September 2025.
Lurah Panjang Selatan, Hermawan, telah mengetahui kondisi Nely dari laporan Ketua RT setempat, Ricky. Menurutnya, informasi itu sudah diteruskan ke Pemkot Bandar Lampung agar segera ditindaklanjuti. Namun, hingga kini hasilnya belum tampak.
Kabid Banjamsos Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, Fery Hartawijaya, membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima laporan mengenai derita Nely. Sayangnya, birokrasi menjadi alasan keterlambatan. Fery menjelaskan bahwa bantuan tidak bisa langsung turun karena harus melewati jalur panjang, mulai dari tanda tangan Asisten yang membidangi, Sekretaris Daerah, hingga Wali Kota Bandar Lampung.
“Iya, kita sudah tahu lama soal itu, dan sudah kita ajukan. Tapi memang harus menunggu. Karena ini kan pakai APBD, jadi ada prosedur tanda tangan Asisten, Sekda, dan Wali Kota,” ujarnya, Selasa, 2 September 2025.
Meski begitu, Fery enggan menyebutkan secara jelas bentuk bantuan yang akan diberikan. Ia hanya menegaskan bahwa bantuan itu nantinya berupa hal-hal yang bersifat meringankan. “Kita lihat nanti lah, yang pasti yang bisa meringankan, kita lihat nanti ya,” tambahnya.
Sementara itu, Nely hanya bisa menunggu dengan penuh harap. Ia tak mempersoalkan ukuran maupun bentuk rumah yang akan dibangunkan, asalkan ia bisa kembali memiliki tempat tinggal layak bersama dua anaknya. Baginya, hal yang paling penting adalah tidak lagi merepotkan tetangga dan bisa hidup dengan tenang.
Kondisi ini mencerminkan lambatnya respons Pemkot Bandar Lampung dalam menangani kebutuhan mendesak warganya. Ketika pembangunan perkotaan terus berjalan masif, ada warga pra sejahtera yang justru terpinggirkan, menanti kepastian dari roda birokrasi yang berputar lambat. Nely menjadi potret nyata dari lemahnya akselerasi pemerintah dalam memberi perlindungan cepat kepada masyarakat kecil yang paling membutuhkan.***