DJADIN MEDIA- Rencana penutupan sekolah swasta di Kota Bandar Lampung memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Isu ini semakin mencuat setelah adanya wacana kebijakan dari pemerintah daerah yang dinilai berpotensi merugikan ribuan siswa serta tenaga pendidik yang selama ini menggantungkan hidup dari lembaga pendidikan tersebut.
Pakar hukum mengingatkan agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung berhati-hati dalam membahas isu ini. Menurutnya, DPRD memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap keputusan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kesalahan dalam langkah hukum berpotensi menyeret pihak terkait, termasuk ketua yayasan dan kepala sekolah, ke ranah pidana maupun perdata.
Selain persoalan hukum, aspek sosial dan pendidikan juga menjadi sorotan. Sekolah swasta selama ini telah membantu pemerintah dalam menciptakan pemerataan pendidikan, terutama di wilayah yang belum terjangkau fasilitas pendidikan negeri. Jika penutupan tetap dilaksanakan, dikhawatirkan akan muncul masalah baru, seperti membeludaknya sekolah negeri, terbatasnya daya tampung, hingga potensi putus sekolah bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
Dari sisi tenaga kerja, ribuan guru dan karyawan sekolah swasta terancam kehilangan pekerjaan. Hal ini akan berdampak langsung pada meningkatnya angka pengangguran di Bandar Lampung. Apalagi sebagian besar tenaga pengajar di sekolah swasta telah lama mengabdi, meski dengan gaji yang minim.
Di lain pihak, pemerintah daerah berdalih bahwa langkah ini diambil untuk efisiensi pengelolaan pendidikan dan peningkatan kualitas sekolah negeri. Namun, alasan tersebut justru menimbulkan pertanyaan publik mengenai keseriusan pemerintah dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif dan adil.
Pengamat pendidikan menilai, solusi terbaik bukanlah menutup sekolah swasta, melainkan meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan pihak yayasan. Model subsidi silang, pemberian bantuan operasional tambahan, atau peningkatan kualitas manajemen sekolah bisa menjadi jalan tengah agar keberlangsungan pendidikan tetap terjaga.
Polemik ini seharusnya menjadi momentum bagi DPRD untuk benar-benar berpihak pada masyarakat. Dengan fungsi pengawasan yang melekat, DPRD dituntut melakukan kajian komprehensif, melibatkan akademisi, praktisi pendidikan, serta perwakilan orang tua siswa sebelum mengambil keputusan final.
Jika penutupan tetap dipaksakan tanpa solusi yang jelas, dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak sosial yang lebih besar. Masyarakat berharap DPRD tidak hanya menjadi penonton, melainkan hadir sebagai pengawal kepentingan rakyat dalam dunia pendidikan.***