DJADIN MEDIA– Dunia sastra Indonesia kembali diramaikan oleh karya penyair muda asal Bandar Lampung, Muhammad Alfariezie. Nama Alfariezie mulai mencuri perhatian publik melalui puisinya yang berjudul “Pertemuan Masa Depan” (2025), yang menonjolkan eksperimen bahasa dan struktur puitis yang kompleks. Puisi ini menunjukkan keberanian penyair muda untuk menantang konvensi bahasa dan bentuk, sehingga menarik jika dianalisis melalui perspektif Formalisme Rusia, aliran sastra yang menekankan defamiliarisasi, struktur, dan bunyi sebagai inti pengalaman estetis.
Pertemuan Masa Depan
Baik buruk dari beberapa
kata dan juga juga baik buruk
satu dua tingkah pertemuan
sulit terlupa
Sengaja atau terencananya
terbayang meski enggak bulat
sempurna bulan berenang tapi
kadang sebagai penghalang
Lelap ranjang seperti mencari
tenang di hiburan malam dan
gairah mimpi seperti perawan
mengejar bujang
Tapi waktu telah mengatur
kita rapat dengan mereka
dan pertemuan wajib
terlaksana demi masa
depan semua
Harus tetap terlaksana! Bila
tidak maka bencana
2025
Formalisme Rusia: Bahasa sebagai Eksperimen
Kaum formalis Rusia seperti Viktor Shklovsky dan Roman Jakobson menekankan bahwa sastra tidak sekadar menceritakan realitas, tetapi harus membuat bahasa menjadi asing (ostranenie). Dalam Pertemuan Masa Depan, Alfariezie menegaskan prinsip ini dengan menggunakan repetisi, pengulangan frasa, dan pilihan kata yang tidak konvensional. Misalnya, pengulangan “baik buruk” dan frase “kata dan juga juga” di bait pembuka bukan kesalahan, melainkan strategi ritme yang memaksa pembaca memperhatikan struktur bunyi dan ketegangan antara kata dan makna.
Citraan dan Defamiliarisasi
Pada bait kedua, penyair menghadirkan citraan yang tak lazim:
sempurna bulan berenang tapi
kadang sebagai penghalang.
Frasa “bulan berenang” menyalahi logika sehari-hari, tetapi hal ini justru meningkatkan efek puitis. Formalisme Rusia menyebut ini sebagai penyimpangan semantik, yang menantang persepsi pembaca dan memperpanjang proses interpretasi. Benda mati diubah menjadi figur yang bergerak, memperluas dimensi makna dan imajinasi.
Ritme, Irama, dan Musikalitas Bahasa
Bait ketiga menonjolkan musikalitas dan aliterasi:
Lelap ranjang seperti mencari
tenang di hiburan malam dan
gairah mimpi seperti perawan
mengejar bujang.
Bunyi “l” dan “n” menciptakan efek lirih dan sensual, menunjukkan bahwa fokus puisi bukan pada makna literal, tetapi pada bunyi dan irama yang membangun pengalaman estetis. Jakobson menekankan fungsi puitis bahasa sebagai pesan yang berfokus pada dirinya sendiri, dan Alfariezie mengaplikasikan konsep ini dengan cemerlang.
Ketegangan Bentuk dan Pesan Sosial
Di akhir puisi, penyair menghadirkan peringatan imperatif:
Harus tetap terlaksana! Bila
tidak maka bencana.
Kalimat ini memunculkan ketegangan bentuk dan ritme, sekaligus mengantar pesan kolektif yang menekankan tanggung jawab sosial. Struktur puisi bergerak dari refleksi pribadi menuju kesadaran kolektif, tanpa mengorbankan kontrol bentuk dan ritme. Ini menegaskan bahwa puisi bisa menjadi medium untuk menggabungkan estetika dan etika.
Alfariezie dan Eksperimen Bahasa Kontemporer
Kekuatan Pertemuan Masa Depan terletak pada keberanian Alfariezie dalam mengeksplorasi bahasa. Kata-kata bukan sekadar alat komunikasi, tetapi bahan baku musikal dan medium ekspresi. Puisi ini membuktikan bahwa bentuk bisa lebih kuat daripada isi, dan bunyi lebih berdaya daripada makna literal. Alfariezie menegaskan bahwa bahasa dapat membentuk pengalaman estetis yang memengaruhi cara pembaca melihat dunia dan diri sendiri.
Kesimpulan
Muhammad Alfariezie menunjukkan kematangan estetika dan keberanian eksperimen yang jarang ditemui pada penyair muda masa kini. Puisinya menghidupkan prinsip formalisme Rusia, bahwa sastra harus membuat pembaca melihat dunia dan bahasa dengan perspektif baru. Pertemuan Masa Depan bukan sekadar puisi tentang waktu atau pertemuan, melainkan eksperimen bahasa yang menegaskan kekuatan bentuk, bunyi, dan ketegangan makna. Di tangan Alfariezie, kata-kata bukan hanya alat komunikasi, melainkan medium untuk menggugah dan menggetarkan pengalaman pembaca.***

