DJADIN MEDIA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta telah menerima ratusan pengaduan terkait dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk pencalonan pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana Abyoto dalam Pilkada Jakarta.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta, Benny Sabdo, mengungkapkan bahwa data aduan terkait kasus ini sudah mencapai ratusan, meskipun laporan resmi masih belum diterima. “Kami telah menerima ratusan aduan terkait dugaan pencatutan NIK, namun laporan resminya belum ada,” ujar Benny melalui pesan singkat kepada Tempo pada Sabtu, 17 Agustus 2024.
Bawaslu telah membuka posko aduan di berbagai tingkat, mulai dari provinsi hingga kecamatan. Benny meminta semua pihak untuk berperan aktif dalam mengawasi penyelenggaraan Pilkada agar prosesnya berlangsung damai, demokratis, jujur, dan adil.
“Data-data yang masuk sedang kami identifikasi dan inventarisasi. Jika terbukti ada pelanggaran, kami akan menindak tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Benny.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta berencana menggelar rapat pleno pada Senin, 19 Agustus 2024, untuk membahas status Dharma Pongrekun dan Kun Wardana sebagai calon independen di Pilkada Jakarta. Kepala Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya, menyatakan, “Kami akan menentukan langkah selanjutnya dalam rapat pleno nanti. Pembatalan pencalonan hanya bisa dilakukan jika ada rekomendasi dari Bawaslu.”
Isu pencatutan identitas ini pertama kali mencuat di media sosial X, di mana salah satu pengguna, @ayamdreampop, mengunggah bukti tangkapan layar NIK KTP-nya yang tercatat sebagai dukungan untuk pasangan Dharma-Kun. Reaksi publik pun beragam, dengan beberapa warga lainnya juga mengaku mengalami hal serupa, seperti Ahmad Faiz dari Jakarta Timur.
Faiz mengungkapkan bahwa identitasnya, bersama identitas orang tuanya, juga tercatut tanpa izin. “Saya tidak pernah memberikan KTP atau dukungan untuk pasangan tersebut. Bahkan, saya tidak mengenal mereka,” ujarnya saat dihubungi pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Kasus ini menjadi perhatian utama menjelang Pilkada Jakarta, dengan harapan bahwa proses pemilihan tetap berlangsung transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.