DJADIN MEDIA—Anggota DPR Nasir Djamil mendesak pemerintah untuk segera merespon tuntutan kenaikan gaji hakim, seiring rencana cuti bersama yang dilakukan oleh para hakim sebagai bentuk protes. Aksi ini dinilai sebagai upaya untuk menuntut perhatian terhadap kesejahteraan mereka yang selama ini kurang diperhatikan.
Nasir menegaskan bahwa tuntutan ini mencerminkan ketidakpuasan para hakim terhadap pemerintah yang dinilai tidak memprioritaskan kesejahteraan mereka selama 12 tahun terakhir. Gaji dan tunjangan hakim saat ini masih berpatokan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.
“Cuti bersama sebagai bentuk protes adalah hal yang wajar. Ini adalah langkah penting dalam penuntutan hak dan untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim, yang merupakan garda terdepan dalam proses peradilan di negara ini,” ujarnya.
Nasir mengingatkan bahwa situasi peradilan saat ini masih menyisakan banyak masalah, termasuk kasus suap yang melibatkan hakim. Ia berpendapat, tuntutan akan integritas para hakim harus diimbangi dengan perhatian terhadap kesejahteraan mereka.
“Jangan hanya menuntut integritas dari para hakim, tetapi juga perhatikan kesejahteraan mereka. Jika tidak, dikhawatirkan mereka akan terjerumus ke dalam lingkaran mafia peradilan,” tegasnya.
Nasir juga mengungkapkan bahwa DPR periode 2019-2024, khususnya Komisi III yang menangani hukum, telah menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim. Namun, usulan tersebut belum ditanggapi oleh Presiden Jokowi dengan alasan anggaran.
“Pemerintahan Jokowi terkesan setengah hati dalam membicarakan kesejahteraan hakim. RUU Jabatan Hakim yang merupakan inisiatif DPR sebelumnya tidak mendapat respons,” jelasnya.
Sebagai anggota DPR yang terpilih kembali untuk periode 2024-2029, Nasir berharap RUU Jabatan Hakim dapat dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.
“RUU ini, yang juga membahas kesejahteraan hakim, harus disahkan sebagai undang-undang. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Prabowo, mengingat pemerintahan Jokowi akan segera berakhir,” pungkasnya.
Sementara itu, Solidaritas Hakim Indonesia juga menuntut agar Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 mengenai Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim dengan standar hidup layak serta tanggung jawab profesi mereka.***