DJADIN MEDIA—Mahkamah Konstitusi (MK) kini tengah menangani uji materi Undang-Undang Pilkada yang diajukan oleh Heriyanto, Ramdansyah, dan Muhammad Raziv Barokah. Mereka meminta agar ketentuan kotak kosong diterapkan di semua daerah dalam Pilkada, bukan hanya di wilayah dengan calon tunggal.
Permohonan uji materi ini telah diterima MK dengan nomor perkara 120/PUU/PAN.MK/AP3/09/2024. Dalam petitum gugatan, para pemohon menyatakan bahwa Pasal 79 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap, jika tidak dimaknai sebagai mewajibkan surat suara memuat foto, nama, nomor urut calon, serta kolom kosong sebagai bentuk pelaksanaan suara kosong.
Ramdansyah, salah satu pemohon, menjelaskan latar belakang gugatan ini. Menurutnya, meningkatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap calon kepala daerah yang diusulkan oleh partai politik menimbulkan kekhawatiran. Banyak pemilih yang enggan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena tidak sepakat dengan calon-calon yang ada, sementara yang datang seringkali memilih untuk tidak memberikan suara, sehingga suara mereka menjadi hangus.
Ramdansyah bersama rekan-rekannya mengusulkan penambahan opsi kotak kosong dalam surat suara. Ia berargumen bahwa kotak kosong dapat mewakili suara warga yang tidak setuju dengan calon yang diusulkan oleh partai politik. “Blank vote atau suara kosong merupakan bentuk protes rakyat terhadap kandidat yang ada, sehingga harus diakui sebagai suara sah,” kata Ramdansyah, Jumat (6/9).
Menurutnya, penerapan kotak kosong bukanlah hal baru. Beberapa negara, termasuk Kolombia, Spanyol, Argentina, Perancis, Mongolia, Ekuador, Bolivia, Brasil, Swiss, Swedia, Belanda, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat seperti Nevada, telah menerapkannya. “Hak konstitusional untuk memilih kotak kosong harus dilindungi agar tidak dianggap tidak sah di Indonesia,” tegas Ramdansyah.***