DJADIN MEDIA– Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dikabarkan batal mendukung Anies Baswedan dalam Pilgub DKI Jakarta. Bahkan, muncul sinyalemen bahwa PKS akan merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan mendukung Ridwan Kamil.
Jika benar demikian, Anies terancam gagal maju dalam Pilkada karena partai-partai yang sebelumnya menyokongnya, seperti PKS, PKB, dan NasDem, diisukan akan bergabung dengan KIM untuk mendukung Ridwan Kamil. Padahal sebelumnya, PKS telah menetapkan pasangan Anies dan kadernya, Sohibul Iman (AMAN), untuk maju dalam kontestasi Pilkada Jakarta.
Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid, menyatakan bahwa partainya terbuka untuk peluang baru dengan mendukung Ridwan Kamil bersama KIM. Kholid juga mengklaim bahwa PKS memberikan waktu selama 40 hari kepada Anies untuk mencari koalisi pendukung, karena suara PKS di parlemen masih kurang untuk mengusung calon sendiri. Namun, hingga tenggat waktu berlalu, tidak ada partai lain yang secara resmi mendeklarasikan dukungannya untuk Anies. Bahkan, beberapa ketua umum partai seperti Muhaimin Iskandar telah bertemu dengan Prabowo Subianto dan partai-partai di KIM.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyatakan bahwa ia sudah memprediksi bahwa partai-partai penyokong Anies di Pilkada Jakarta akan berbalik arah. Menurutnya, partai-partai tersebut hanya mendukung berdasarkan popularitas semata.
“Saya sudah bilang, Bung Anies Baswedan itu perlu refleksi, perlu introspeksi. Karena sistem tiket yang ada sekarang ini membuat popularitas jadi tidak ada gunanya,” ujar Fahri. Ia menambahkan bahwa seharusnya partai-partai mempertimbangkan calon mereka dari proses kaderisasi, bukan sekadar popularitas.
Fahri juga menegaskan bahwa elektabilitas Anies memang tinggi di Jakarta, tetapi karena ia tidak tergabung dalam partai politik mana pun, hal tersebut menjadi masalah. “Ini introspeksi bareng-bareng. Kami sudah tahu dari awal akan begini. Mudah-mudahan mereka tobat,” ujarnya. Fahri menuding bahwa partai-partai yang sebelumnya mendukung Anies terlalu pragmatis dan hanya mempertimbangkan popularitas Anies sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Menurut Fahri, partai-partai yang awalnya mendukung Anies melakukan hal tersebut hanya untuk mempertahankan eksistensi mereka. “Mereka ambil limpahan suara kanan untuk partai mereka. Sekarang, setelah Pemilu selesai, Anies tidak lagi diperlukan,” katanya. Ia juga menepis isu bahwa perubahan dukungan ini adalah upaya penjegalan Anies oleh koalisi pendukung Prabowo, melainkan hanya soal pragmatisme dalam memilih tiket.
Dalam konteks Pilkada Jakarta 2024, Fahri menegaskan bahwa jika Anies batal maju, popularitas tidak akan berarti apa-apa. “Ini yang dari dulu saya katakan, sistem seperti ini harus ditata dengan baik ke depan. Dasar pencalonan seharusnya apa? Popularitas atau kaderisasi?” ujar Fahri.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Negoro, Faizal Assegaf, mengumpulkan anggotanya untuk membahas isu Anies yang dikabarkan gagal maju dalam Pilkada 2024. Faizal menuding ada tiga sosok elit politik yang menjadi dalang penjegalan Anies. “Ada manuver dua sampai tiga orang berinisial D, A, dan J yang melakukan konspirasi busuk untuk menghalangi tiga partai agar Anies tidak bisa maju dalam Pilkada,” ungkap Faizal dalam orasinya di Al Jazeerah Signature Restaurant, Jakarta Pusat, pada Ahad, 11 Agustus 2024.
Faizal menyatakan bahwa penjegalan ini dilakukan dengan dalih koalisi melalui Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus. Ia pun mengancam akan mengerahkan massa jika tiga partai tersebut tidak jadi memberikan dukungan untuk Anies Baswedan.***