DJADIN MEDIA – Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dari jalur independen, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, menanggapi santai tudingan yang menyebut mereka sebagai calon boneka di Pilkada Jakarta. Dharma menegaskan bahwa dirinya tidak terganggu oleh kritik tersebut.
“Ya nggak apa-apa, nggak apa-apa. Apapun yang terjadi, sekali lagi, saya berpikir dan beriman bahwa segala sesuatu dalam kehidupan kita telah ditentukan Tuhan,” ujar Dharma dalam pernyataannya. Ia menambahkan bahwa merencanakan di luar rencana Tuhan hanya akan mengarah pada kekecewaan, karena keinginan-keinginan pribadi sering kali bisa menjatuhkan.
Dharma juga menanggapi tudingan bahwa keikutsertaannya lewat jalur independen adalah upaya untuk menghindari kotak kosong di Pilgub Jakarta. “Kami nggak mau pusing dengan itu. Kami hanya menjalani tugas kami dan berjalan berdasarkan dorongan hati nurani yang dikendalikan oleh Tuhan,” ujarnya dengan tenang.
Sebelumnya, KPU DKI Jakarta mengonfirmasi bahwa pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana memenuhi syarat untuk mengikuti Pilgub Jakarta melalui jalur independen. KPU DKI Jakarta menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak terkait dengan upaya untuk menghindari kotak kosong.
Menurut Anggota KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya, proses verifikasi dilakukan sesuai prosedur dan diawasi oleh Bawaslu serta kelompok pemantau. “Ini semuanya proses verifikasi faktual di lapangan dengan diawasi secara melekat oleh teman-teman Bawaslu juga ada teman-teman pemantau, kemudian rekapitulasi dilakukan secara berjenjang dari tingkat kecamatan, tingkat kabupaten-kota dan hari ini berakhir di tingkat provinsi,” kata Dody.
Namun, juru bicara Anies Baswedan, Andi Sinulingga, mengungkapkan dugaan adanya rekayasa untuk meloloskan Dharma-Kun Wardana sebagai calon boneka guna menghindari persaingan dengan calon kuat. Hasil verifikasi KPU DKI Jakarta menunjukkan bahwa dukungan terhadap pasangan ini mencapai 677.467 orang, melebihi syarat minimal dukungan sebesar 618.698 orang.
Belakangan, keluhan muncul dari warga Jakarta yang mengaku Nomor Induk Kependudukan (NIK) mereka digunakan tanpa izin untuk mendukung pasangan calon independen. “Tak gampang mencari KTP sebanyak itu jika tidak memiliki jaringan luas. Terbukti banyak ditemukan KTP yang dicatut tanpa izin dari pemiliknya,” pungkas Andi Sinulingga.***