DJADIN MEDIA—Dua ahli hukum dari Universitas Lampung (Unila), Budiyono dan Yusdianto, mengecam tindakan KPU Lampung Timur yang menolak pendaftaran pasangan calon Dawam Rahardjo dan Ketut Erawan, menyebutnya sebagai preseden buruk bagi demokrasi.
Menurut Yusdianto, penolakan pendaftaran dengan alasan kendala pada sistem Silon dianggap tidak berdasar. “KPU seharusnya bisa menerima pendaftaran dan mengurus Silon belakangan. Silon hanya alat bantu; proses pendaftaran bisa dilakukan secara manual terlebih dahulu,” tegas Yusdianto.
Yusdianto juga mengkritik fenomena yang ia sebut sebagai “begal demokrasi” di Lampung Timur. Ia menilai bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di partai politik, tetapi juga melibatkan pengisian komposisi penyelenggara dan pengawas pemilu. “Begal demokrasi ini sudah menjangkau penyelenggara, mempengaruhi seluruh proses, dan merugikan masyarakat,” tambahnya.
Menurutnya, praktik monopoli di partai politik dan pengondisian penyelenggara menjadi bagian dari masalah yang kompleks di Lampung Timur. “Demokrasi yang kita anggap santun dan berkeadilan ternyata tidak sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Budiyono menilai KPU Lampung Timur telah merusak nilai-nilai demokrasi dan menghilangkan hak politik rakyat. Penolakan pendaftaran Dawam-Ketut karena masalah teknis Silon dianggap sebagai kegagalan dari lembaga yang seharusnya menjaga demokrasi. “Ini adalah pelanggaran UUD yang menghilangkan hak rakyat untuk memilih dan dipilih,” kata Budiyono.
Budiyono juga mendorong PDIP dan pasangan calon Dawam-Ketut untuk melaporkan masalah ini ke Bawaslu dan kepolisian. “Ini adalah tindakan yang disengaja untuk menghilangkan hak politik dan hak memilih warga negara. Kami minta agar warga Lampung Timur turut mengawasi proses ini, karena Pilkada 2024 akan menentukan nasib mereka,” pungkasnya.***