DJADIN MEDIA– Fenomena kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2024 semakin hangat dibicarakan di kalangan politikus dan masyarakat. Sejumlah partai, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus), diduga sengaja mengatur skenario di mana kandidat mereka hanya bersaing melawan kotak kosong.
Fenomena Lama yang Kembali Muncul
Fenomena kotak kosong bukanlah hal baru dalam pemilihan umum di Indonesia. Pada pemilu 2019, fenomena serupa terjadi di Makassar dan Sumatera Barat. Kini, dengan Pilkada Serentak 2024 yang akan datang, banyak pakar politik menunjukkan keprihatinan terhadap potensi kemunculan kotak kosong, yang dianggap sebagai indikator kemunduran demokrasi.
Mekanisme dan Implikasi Kotak Kosong
Secara teknis, kotak kosong adalah alternatif untuk memastikan adanya kontestasi meskipun hanya ada satu calon. Dalam Pilkada, jika hanya ada calon tunggal, calon tersebut harus meraih minimal 50 persen suara sah untuk dinyatakan menang. Sebaliknya, jika suara untuk kotak kosong lebih banyak, KPU akan mengatur pemilihan ulang pada periode berikutnya.
Prediksi dan Pandangan Ahli
Pengamat Pemilu Titi Anggraini memprediksi bahwa beberapa daerah dalam Pilkada 2024 kemungkinan akan diikuti oleh calon tunggal. Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengkritik fenomena ini, mengatakan bahwa “kotak kosong” tidak mencerminkan demokrasi sejati, di mana seharusnya terjadi pertarungan gagasan antar calon.
Tren dan Regulasi
Fenomena kotak kosong menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2015, terdapat tiga daerah dari 269 yang memiliki calon tunggal, sementara pada 2017 ada sembilan daerah dari 101 yang menghadapi situasi serupa.
Kotak kosong merupakan istilah untuk calon tunggal yang tidak memiliki lawan dalam pemilihan umum, sehingga dalam kotak suara hanya ada opsi untuk memilih “kotak kosong”. Regulasi mengenai mekanisme kotak kosong diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018, jika suara untuk kotak kosong lebih banyak, KPU akan menetapkan pemilihan ulang di periode berikutnya. Selama kekosongan pemerintahan, KPU akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk menunjuk penjabat sementara guna menjalankan pemerintahan.***