DJADIN MEDIA – Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, baru-baru ini menerima mandat penting dari ratusan kiai di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Mandat ini menugaskannya untuk melakukan pembenahan di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), khususnya dalam pengelolaan dan struktur partai di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar.
Gus Yahya mengungkapkan bahwa masalah internal PKB bukanlah hal baru. Menurutnya, isu-isu ini telah ada sejak lebih dari 15 tahun lalu, berawal sejak Cak Imin menjabat sebagai Ketua Umum PKB. Namun, ia menilai upaya persuasif untuk mengatasi masalah tersebut belum pernah dilakukan secara signifikan.
“Permasalahan di PKB telah berlangsung lama, bahkan sejak Cak Imin menjadi Ketua Umum. Sayangnya, upaya-upaya persuasif untuk mengelolanya belum pernah dilakukan dengan maksimal,” jelas Gus Yahya.
Dia menambahkan bahwa PBNU sedang berupaya untuk merumuskan langkah-langkah strategis guna menyelesaikan ketegangan antara NU dan PKB. Salah satu temuan utama dari evaluasi ini adalah penghapusan fungsi Dewan Syuro dalam struktur PKB, yang mengakibatkan Dewan Syuro hampir tidak memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan.
“Di PKB, fungsi Dewan Syuro telah dihilangkan secara drastis. Saat ini, Dewan Syuro tidak lagi memiliki kekuasaan dalam pembuatan keputusan,” kata Gus Yahya.
Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin di Leteh, Rembang, Gus Yahya menyatakan bahwa perubahan yang terjadi di PKB merupakan hal yang sangat mendasar. PKB, yang didirikan oleh NU pada 1998 dengan struktur mirip PBNU, kini dianggap telah menyimpang dari desain awal yang disepakati, termasuk nilai-nilai pokok yang terkandung dalam dokumen Mabda’ Siyasi PKB.
“Para kiai NU mendirikan PKB dengan struktur yang mirip PBNU, lengkap dengan Dewan Tanfidz dan Dewan Syuro. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa desain dan nilai-nilai awal tersebut telah berubah,” ungkapnya.
Gus Yahya juga mengakui bahwa meskipun PBNU tidak memiliki wewenang struktural atas PKB, sebagai pendiri, NU memiliki tanggung jawab moral untuk mengarahkan dan mempengaruhi PKB agar selaras dengan aspirasi NU dan para kiai.
“PBNU tidak memiliki kewenangan untuk memecat Ketua PKB atau membatalkan keputusan-keputusan PKB. Namun, kami memiliki pengaruh yang dapat digunakan untuk memberikan nasihat dan tekanan agar PKB memenuhi aspirasi kiai dan warga NU,” tegasnya.
Mandat Tebuireng, yang diberikan oleh Rais Aam PBNU Miftachul Ahyar, menegaskan tanggung jawab moral NU terhadap PKB. Mandat ini muncul setelah pertemuan ratusan kiai di Pondok Pesantren Tebuireng pada 12 Agustus, yang menggarisbawahi pentingnya pembenahan PKB untuk memastikan keselarasan dengan cita-cita NU.**”