DJADIN MEDIA– Lima kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menggugat keabsahan kepengurusan DPP PDIP periode 2024-2025 mengklaim telah dijebak. Mereka mengatakan bahwa tanda tangan mereka digunakan tanpa sepengetahuan untuk menggugat kepengurusan, dan mereka diduga dijanjikan imbalan uang sebesar Rp300 ribu.
Jairi, juru bicara dari kelima kader tersebut, bersama rekannya Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari, menyampaikan permohonan maaf kepada Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan seluruh anggota PDIP di Indonesia.
“Saya mewakili teman-teman saya ingin meminta maaf kepada Ibu Megawati Soekarnoputri dan seluruh keluarga besar PDIP. Kami merasa dijebak terkait gugatan ini,” ujar Jairi dalam keterangan pers.
Menurut Jairi, mereka diminta tanda tangan di atas kertas kosong yang kemudian digunakan sebagai surat kuasa untuk menggugat kepengurusan DPP PDIP. “Kami ditawari untuk mendukung demokrasi dan diminta tanda tangan pada kertas kosong, tanpa penjelasan lebih lanjut. Setelah itu, kami diberi imbalan Rp300 ribu,” jelasnya.
Jairi menjelaskan bahwa mereka bertemu Anggiat BM Manalu di sebuah posko pemenangan. Saat itu, mereka diberi kertas kosong dengan alasan untuk mendukung demokrasi, tanpa diberi tahu bahwa kertas tersebut akan digunakan untuk surat gugatan.
“Anggiat Manalu mengatakan bahwa tanda tangan kami dibutuhkan untuk dukungan demokrasi. Kami tidak diberitahu bahwa itu untuk gugatan,” tambah Jairi.
Sebagai tindak lanjut, Jairi dan keempat rekannya telah menyusun pernyataan pencabutan surat gugatan dan berencana mengajukan pencabutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara secepatnya. “Kami membatalkan gugatan dan tidak memberikan kuasa kepada siapapun, termasuk Anggiat BM Manalu,” tegasnya.
Para kader tersebut menegaskan bahwa mereka merasa dijebak dalam proses ini dan tidak berniat melanjutkan gugatan terhadap SK Kepengurusan DPP PDIP.***