DJADIN MEDIA —Wakil Presiden Ma’ruf Amin menganggap pelaksanaan muktamar tandingan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai tindakan yang tidak etis. Ma’ruf, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB, menilai bahwa dalam sebuah organisasi yang berjalan dengan baik, tidak seharusnya terjadi perpecahan yang memicu muktamar tandingan.
“Jika ada kompetisi atau persaingan, hal itu diperbolehkan sebelum Musyawarah Nasional (Munas) selesai,” ujar Ma’ruf dalam video yang diunggah di kanal YouTube Wakil Presiden RI. Ia lantas membandingkan dengan situasi di internal Nahdlatul Ulama (NU), di mana persaingan memang terjadi sebelum Muktamar, tetapi setelahnya, para peserta akan saling merangkul dan menjalin kembali hubungan baik.
“Setelah Muktamar, harus ada suasana saling merangkul dan bersenang-senang. Tidak seharusnya ada pengurus tandingan setelah forum musyawarah selesai. Ini adalah karakter bangsa kita, karakter umat Islam yang harus dijaga,” tambah Ma’ruf.
Ma’ruf berharap agar tidak ada pengurus tandingan yang muncul setelah muktamar resmi, karena hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan etika dan watak bangsa Indonesia.
Saat ini, Ma’ruf Amin juga menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro Dewan Pimpinan Pusat PKB untuk masa bakti 2024-2029, hasil dari Muktamar ke-6 PKB yang berlangsung di Bali pada Agustus lalu.
Di tengah polemik ini, muncul wacana dari mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKB, Lukman Edy, dan rekan-rekannya untuk menggelar muktamar tandingan. Sekretaris Fungsionaris DPP PKB, A. Malik Haramain, mengonfirmasi bahwa pihaknya menerima mandat untuk menggelar Muktamar PKB di Jakarta pada 2 hingga 3 September mendatang.
“Mandat yang kami terima adalah untuk menyelenggarakan muktamar yang didukung secara moral oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),” ujar Haramain.***