DJADIN MEDIA— DPR RI tengah mempertimbangkan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang dapat berpotensi mengurangi kewenangan lembaga tersebut. Wacana ini disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, yang berencana mengevaluasi peran MK dalam sistem pemilu dan ketatanegaraan Indonesia.
Menurut Doli, MK telah melampaui batas kewenangannya dengan menangani berbagai urusan yang dianggap tidak relevan dengan tugas utama mereka. “Mahkamah Konstitusi ini, menurut saya, terlalu banyak mengurus hal-hal yang sebenarnya bukan ranahnya,” ujar Doli.
Dia menilai bahwa MK terlalu banyak terlibat dalam masalah teknis, termasuk mengadili sengketa pilpres dan pileg, padahal tugas utama MK adalah melakukan judicial review terhadap undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945. “Padahal, judulnya adalah Mahkamah Konstitusi, yang seharusnya fokus pada judicial review, bukan hal-hal teknis,” tambah politisi dari Partai Golkar ini.
Doli juga mengkritik kekuatan putusan MK yang dianggap bisa mempengaruhi sistem legislasi di Indonesia. Ia merasa putusan MK yang final dan mengikat membuat MK seolah memiliki kewenangan sebagai pembuat undang-undang ketiga, di samping pemerintah dan DPR. “Dalam sistem ketatanegaraan kita, hanya ada dua pembuat undang-undang: pemerintah dan DPR. Namun, putusan MK seakan-akan memberikan MK kewenangan sebagai pembuat undang-undang ketiga,” jelasnya.
Menanggapi usulan ini, anggota DPR dari PDIP, Arteria Dahlan, memberikan tanggapan tajam dengan menyarankan presiden dan DPR untuk melakukan “taubat nasuha.” Ia menyinggung beberapa putusan MK yang seringkali mengubah konstelasi politik Indonesia, seperti syarat ambang batas usia capres-cawapres dan syarat pencalonan pilkada, yang baru-baru ini memicu kontroversi karena DPR ingin membatalkan keputusan tersebut dengan merevisi UU Pilkada.***